FRAKTUR CRURIS
A. KONSEP DASAR
I.
PENGERTIAN
-
Fraktur
adalah suatu keadaan dikontinuitas jaringan struktural pada tulang tibia dan
fibula ( Silvia Anderson Price, 1995 )
-
Fraktur
adalah terputusnya kontiunitas tulang fibia dan fibula ( Purnawan junaidi 1982
).
-
Fraktur
terbuka adalah terputusnya kontiunitas tulang yang diakibatkan oleh trauma
beberapa fraktur sekunder dan proses penyakit seperti osteoforosis yang
menyebabkan fraktur yang patologis ( Barbara Engram, 1999 ; 136 ).
II.
KLASIFIKASI
Ada 2 tipe
dari fraktur cruris yaitu
1. Fraktur intra capsuler : yaitu terjadi
dalam tulang sendi panggul dan captula
o
Melalui
kapital fraktur
o
Hanya
dibawah kepala femur
o
Melalui
leher dari femur
2. Fraktur ekstra kapsuler
o
Terjadi
diluar sendi dan kapsul melalui trokanter cruris yang lebih besar atau yang
lebih kecil pada daerah intertrokanter
o
Terjadi
di bagian distal menuju leher cruris tetapi tidak lebih dari 2 inci di bawah
trokanter terkecil
Selain 2 tipe
di atas ada lebih dari 150 klasifikasi fraktur diantaranya 5 yang utama adalah
:
1. Incomplete : Fraktur yang hanya melibatkan bagian potongan menyilang
tulang satu sisi patah yang lain biasanya hanya bengkok (green stick)
2. Complete : Garis
fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan frgmen tulang
biasanya berupa tempat
3. Tertutup (simple) : Fraktur tidak meluas
melewati kulit
4. Terbuka ( complete ) : Fragmen tulang meluas melewati otot dan
kulit dimana potensial untuk terjadi infeksi
5. Patologis :
Fraktur terjadi pada penyakit tulang ( seperti kanker, osteoforosis ) dengan
tak ada trauma hanya minimal.
III. ETIOLOGI
-
Trauma
langsung menyebabkan fraktur pada titik terjadinya trauma itu, misalnya tulang
kaki terbentur bumper mobil maka tulang akan patah, tepat ditempat benturan.
-
Trauma
tidak langsung menyebabkan fraktur di tempat yang jatuh dari tempat terjadinya
trauma.
-
Truma
akibat tarikan otot, jarang terjadi.
-
Adanya
metastase kanker tulang dapat melunakkan struktur tulang dan menyebabkan
fraktur
-
Adanya
penyakit primer seperti osteoporosis.
( E. Oerswari,
1989 : 147 )
IV. PATOFISIOLOGI
1. Fase hematum
·
Dalam
waktu 24 jam timbul perdarahan, edema, hematume disekitar fraktur
·
Setelah
24 jam suplai darah di sekitar fraktur meningkat
2. Fase granulasi jaringan
·
Terjadi
1 – 5 hari setelah injury
·
Pada
tahap phagositosis aktif produk neorosis
·
Itematome
berubah menjadi granulasi jaringan yang berisi pembuluh darah baru fogoblast
dan osteoblast.
3. Fase formasi callus
·
Terjadi
6 – 10 harisetelah injuri
·
Granulasi
terjadi perubahan berbentuk callus
4. Fase ossificasi
·
Mulai
pada 2 – 3 minggu setelah fraktur sampai dengan sembuh
·
Callus
permanent akhirnya terbentuk tulang kaku dengan endapan garam kalsium yang
menyatukan tulang yang patah
5. Fase consolidasi dan remadelling
·
Dalam
waktu lebih 10 minggu yang tepat berbentuk callus terbentuk dengan oksifitas
osteoblast dan osteuctas
V.
TANDA
DAN GEJALA
1. Deformitas
Daya terik kekuatan otot
menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan dan
contur terjadi seperti :
a. Rotasi pemendekan tulang
b. Penekanan tulang
2. Bengkak
Edema muncul secara cepat dari
lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur
3. Echumosis dari Perdarahan Subculaneous
4. Spasme otot spasme involunters dekat
fraktur
5. Tenderness/keempukan
6. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot
berpindah tulang dari tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang
berdekatan.
7. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin
terjadi dari rusaknya saraf/perdarahan)
8. Pergerakan abnormal
9. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya
darah
10. Krepitasi.
( Joyce. M. Black, 1993 : 199 )
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto Rontgen
-
Untuk
mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung
-
Mengetahui
tempat dan type fraktur
Biasanya
diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama proses penyembuhan
secara periodik
2. Skor tulang tomography, skor C1, Mr1 :
dapat digunakan mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Artelogram dicurigai bila ada kerusakan
vaskuler
4. Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat
( hemokonsentrasi ) atau menrurun ( perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau
organ jauh pada trauma multiple)
Peningkatan jumlah SDP adalah
respon stres normal setelah trauma
5. Profil koagulasi perubahan dapat terjadi
pada kehilangan darah transfusi multiple atau cedera hati.
( Marlyn E. Doenges, 1999 : 762 )
VII. PENATALAKSANAAN
1. Faktor Reduction
-
Manipulasi
atau penurunan tertutup, manipulasi non bedah penyusunan kembali secara manual
dari fragmen-fragmen tulang terhadap posisi otonomi sebelumnya.
-
Penurunan
terbuka merupakan perbaikan tulang terusan penjajaran insisi pembedahan,
seringkali memasukkan internal viksasi terhadap fraktur dengan kawat, sekrup
peniti plates batang intramedulasi, dan paku. Type lokasi fraktur tergantung
umur klien.
Peralatan traksi :
o
Traksi kulit biasanya untuk
pengobatan jangka pendek
o
Traksi otot atau pembedahan
biasanya untuk periode jangka panjang.
2. Fraktur Immobilisasi
-
Pembalutan
(gips)
-
Eksternal
Fiksasi
-
Internal
Fiksasi
-
Pemilihan
Fraksi
3. Fraksi terbuka
-
Pembedahan
debridement dan irigrasi
-
Imunisasi
tetanus
-
Terapi
antibiotic prophylactic
-
Immobilisasi
VIII. Kemungkinan diagnosa yang terjadi Post Op
Fraktur Cruris
1. Nyeri berhubungan dengan spasma otot dan
kerusakan sekunder terhadap fraktur
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
pemasangan gips
3. Resiko tinggi terhadap kerusakan
integritas kulit barhubungan dengan perubahan sirkulasi sekunder terhadap
fraktur dengan post op sindrom emboli atau infeksi
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan
dengan tidak ada kuatnya pertahanan primer kerusakan kulit, trauma jaringan
2.3
Intervensi Keperawatan
2.3.1. Dx. I
Tujuan : Bebas nyeri, ekspresi wajah
rileks, tidak merintih.
Intervensi
a. Pertahankan tirah baring sampai fraktur
berkurang
R/ Nyeri
dan spasma otot dikontrol oleh imobilisasi
b. Pertahankan fraksi yang diprogramkan
R/ Mengobilisasikan fraktur
dan mengurangi nyeri
c. Pantau TD, nadi, respirasi, intensitas nyeri,
tingkat kesadaran tiap 4 jam
R/ Untuk mengenal indikasi
kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan
d. Berikan obat analgesik dan evaluasi
keefektifannya
R/ Anal gesik mengurangi
imbang nyeri
e. Bantu klien untuk mengambil posisi yang
nyaman
R/ Posisi
yang nyaman berfungsi untuk relaksasi
2.3.2. Dx II
Tujuan : mendemontrasikan
tidak adanya komplikasi otot dengan kakauan
sendi, BAB konsistensi
lunak
Intervensi
e. Pantau keadaan umum tiap 8 jam
R/
mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan
f. Kaji derajat imobilisasi yang dihasilkan
oleh cedera atau pengobatan dan perhatian persepsi klien terhadap imobilisasi
instruksikan
R/ klien
dibatasi oleh persepsi diri tentang keterbatasan fisik aktual memerlukan
informasi atau intervensi untuk meningkatkan kesehatan
g. Klien dalam rentan gerak, klien aktif
dalam ekstermitas yang tidak sakit
R/
meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatan tonus otot,
mempertahankan gerak sendi mencegah kontraktur dan resorobsi kalsium yang tidak
digunakan
h. Ubah posisi secara periodik dan dorong
untuk latihan batuk atau nafas dalam
R/ mencegah
onsiden komplikasi kulit atau pernafasan
i.
Bantu
perawatan diri
R/
meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi, meningkatkan diri langsung
j.
Awasi
TD saat melakukan aktivitas perhatikan keluhan pusing.
R/ hipotensi
postural merupakan masalah yang umum mengenai tirah baring yang lama.
2.3.3 DX III
Intervensi :
3) Kaji kulit untuk luka terbuka benda
asing, perdarahan, perubahan warna
R/ memberikan informasi tentang sirkulasi
kulit dan masalah yang disebabkan oleh fraksi
4) Masase kulit penonjolan tulang
R/ menurunkan tekanan pada area yang sama
dan menurunkan resiko kerusakan kulit
5) Ubah posisi tipa 2 jam
R/ meminimalkan kerusakan kulit
6) Observasi area yang terkena
R/ tekanan dapat mengakibatkan ulserasi
nekrosis dan kelumpuhan syaraf
DX IV
Tujuan : mencapai penyembuhan sesuai dengan
waktu bebas drainase, porulen, uritema dan demam
Intervensi :
a. Infeksi kulit adanya iritasi robekan
kontinuitas
R/ deteksi
tanda mulianya peradangan
b. Berikan perawatan kulit
R/ mencegah
kontaminasi silang dan kemungkinan infeksi
c. Kaji tonus otot reflek tendon dan
kemampuan untuk bicara
R/ kekuatan
otot sepasme tonik otot rahang, difagia menunjukkan osteomelitis
d. Selidiki nyeri tiba – tiba keterbatasan
gerak odema lokal dan eritema extrimitas yang cedera.
R/
Mengindikasikan terjadinya osteomilitas
DAFTAR PUSTAKA
Black, Joyce M.1993 Medical Surgical Nursing
W.B Sainders Company. Philadelpia
Doenges, Marilyn E 1999. Rencana Asuhan
Keperawatan, Edisi 3
Made Kariasa, Nimade Sumarwati Editor Monicaester,
Yasmin Asih EGC, Jakarta
E. Oerswari 1989, Bedah dan Perawatannya,
PT Gramedia. Jakarta
Brunner dan Suddarth, 2002, Keperawatan
Medikal Bedah, Edisi 3, EGC, Jakarta