Jumat, 11 November 2016

IMUNOSUPRESI



IMUNOSUPRESI


A.   Immunosuppression

Secara harafiah, imunosupresi dapat diartikan “menekan respon imun”. Pengertian yang lebih luas lagi adalah suatu kondisi di mana tubuh tidak memberikan respon yang optimal terhadap adanya induksi ataupun stimulasi sesuatu yang bersifat imunogenik (sesuatu yang mampu membangkitkan respon kekebalan/imun).
Imunosupresi melibatkan tindakan yang mengurangi aktivasi atau kemanjuran dari sistem kekebalan tubuh, yaitu suatu kondisi dimana terjadi penurunan reaksi pembentukan zat kebal tubuh atau antibodi akibat kerusakan organ limfoid. Dengan adanya penurunan jumlah antibodi dalam tubuh, maka penyakit-penyakit akan lebih leluasa masuk dan menginfeksi bagian tubuh. Hal tersebut akan menyebabkan adanya gangguan pertumbuhan dan produksi.
Imunosupresi induksi sengaja umumnya dilakukan untuk mencegah tubuh dari menolak transplantasi organ, mengobati graft-versus-host penyakit setelah transplantasi sumsum tulang, atau untuk pengobatan penyakit auto-imun seperti rheumatoid arthritis atau penyakit Crohn. Hal ini biasanya dilakukan dengan menggunakan obat-obatan, namun mungkin melibatkan pembedahan (splenektomi), plasmapharesis, atau radiasi. 
Seseorang yang sedang mengalami imunosupresi, atau sistem kekebalan tubuh yang lemah karena alasan lain (misalnya, kemoterapi, HIV, dan Lupus) dikatakan immunocompromised. Ketika organ ditransplantasikan, sistem kekebalan tubuh penerima kemungkinan besar akan mengenalinya sebagai jaringan asing dan menyerangnya. Penghancuran organ tersebut akan berakibat fatal jika tidak diobati, dan mungkin dapat berakhir pada kematian penerima.
Pada masa lalu terapi radiasi digunakan untuk mengurangi system kekebalan tubuh, namun saat ini obat-obatan imunosupresi  sudah dpat digunakan untuk mengghambat reaksi dari system kekebalan tubuh. The downside adalah dengan system kekebalan tubuh di nonaktifkan, tubuh sangat rentan terhadap infeksi oportunistik, bahkan pada zat yang biasanya dianggap takberbahaya pula. Penggunaan jangka panjang imunopresan dapat meningkatkan kanker.
Kortison merupakan imunosupresan pertama kali diidentifikasi, tetapi jangkauan luas dari efek samping terbatas penggunaannya. Para azathioprine lebih spesifik diidentifikasi pada tahun 1959, namun penemuan siklosporin pada tahun 1970 yang memungkinkan untuk expansi yang signifikan dari transplantasi ginjal yang kurang cocok antara penerima donor pasangan serta aplikasi yang luas dari tranplantasi hati, transplantasi paru, transplantasi pangkreas dan tranplantasi jantung.


a.   Mekanisme Imunosupresi
Terjadinya imunosupresi akan ditunjukkan dengan adanya hambatan atau gangguan pada satu atau lebih komponen sistem kekebalan tubuh. Mekanisme terjadinya imunosupresi biasanya terjadi melalui 3 mekanisme yaitu :
·      Secara langsung mengganggu fungsi sistem kekebalan atau merusak organ dan kelenjar limfoid primer (bursa Fabricius dan thymus) sekaligus organ/kelenjar limfoid sekunder (limfa, proventrikulus, seka tonsil dll). Mekanisme ini biasanya disebabkan serangan Gumboro, Marek’s, reovirus, limfoid leukosis dan aspergilosis
·      Merusak atau mengganggu fungsi dan sistem pertahanan yang bersifat sekunder (limfa, proventrikulus, seka tonsil, sel harderian) karena serangan penyakit swolen head syndrome, kolera, ILT dan snot (korisa)
·      Menguras zat kebal (antibodi) tubuh yang telah terbentuk dari hasil vaksinasi, yang disebabkan serangan koksidiosis

Secara umum adanya imunosupresi ditunjukkan dari adanya :
·         Gangguan sistem kekebalan tubuh, seperti adanya kegagalan vaksinasi (meskipun vaksin yang digunakan berkualitas dan tata laksana vaksinasi telah dilakukan dengan tepat), reaksi post vaksinasi, turun atau hilangnya keampuhan pengobatan bahkan meningkatnya kasus penyakit yang tidak umum, seperti gangrenous dermatitis, aplastic anemia atau inclusion body hepatitis
·         Meningkatnya penyakit yang menyerang saluran/sistem pernapasan yang diikuti infeksi sekunder oleh bakteri

b.   Penyebab Imunosupresi
Penyebab imunosupresi dapat disebabkan oleh bebeberapa faktor yaitu :

1.   Agen penyakit (infeksius)
Agen penyakit yang bersifat imunosupresi antara lain marek’s, avian leukosis, Gumboro.
·         Marek’s
Marek’s atau fowl paralysis, neurolymphomatosis, acute leukosis merupakan penyakit viral yang sangat menular. Penyebabnya ialah virus herpes yang memiliki struktur DNA.
Sebagai penyakit imunosupresi, virus marek’s mempunyai target utama merusak sel limfosit T pembantu (Th), sel limfosit T sitotoksik dan sebagian kecil sel limfosit B. Selain itu, terjadi pengecilan bursa Fabricius, thymus dan limpa yang merupakan pabrik sel limfosit T dan B. Kasus serangan marek’s yang berat bisa menyebabkan degenerasi sumsum tulang belakang yang menjadi awal pembentukan sel bakal bagi sel limfosit.
·         Avian leukosis
Seperti halnya marek’s, avian leukosis merupakan penyakit tumor yang menyebabkan kerusakan pada organ limfoid primer. Avian leukosis disebabkan infeksi virus retrovirus yang mempunyai target utama merusak sel limfosit B matang yang telah mempunyai Ig M terikat membran. Selain itu, adanya replikasi retrovirus pada bursa Fabricius dan limpa menyebabkan kedua organ limfoid ini menjadi kisut (atropi). Kerusakan kedua organ limfoid tersebut sekaligus kerusakan sel limfosit B matang akan menyebabkan respon kekebalan humoral menjadi terganggu.

·         Gumboro
Penyakit yang pertama kali terjadi di wilayah Gumboro, Delaware Amerika Serikat ini menjadikan sel limfosit B dan makrofag serta organ limfoidnya sebagai target utama infeksi. Sel limfosit B matang dan makrofag di jaringan usus menjadi sel yang terlebih dahulu terinfeksi virus Gumboro. Kemudian virus Gumboro secara sistematik menyebar sampai ke berbagai organ, terutama bursa Fabricius.

Contoh dari kondisi dan penyakit yang dapat menyebabkan gangguan immunodeficiency dalam kasus-kasus yang telah terjadi:
·         Ataksia-telangiectasia
·         Sindrom Chediak-Higashi
·         Penyakit imunodefisiensi gabungan
·         Hypogammaglobulinemia
·         Sindrom Job
·         Cacat adhesi leukosit
·         Panhypogammaglobulinemia
·         Penyakit Bruton
·         Agammaglobulinemia kongenital
·         Defisiensi selektif IgA
·          Sindrom Wiscott-Aldrich


2.   Agen kimia

Agen kimia yang dapat mengakibatkan imunosupresi adalah toksin atau racun jamur dan kandungan nutrisi yang kurang.
·         Mikotoksin
Mikotoksin atau racun jamur akan sangat mudah ditemukan saat kondisi lingkungan lembab, terutama saat musim penghujan. Selain itu ransum atau bahan baku ransum dengan kadar air yang tinggi akan memicu tumbuhnya jamur yang menghasilkan racun atau toksin. Jamur yang tumbuh pada ransum dan bahan baku ransum dapat dengan mudah dimatikan, namun tidak demikian dengan racun jamur yang terbentuk. Racun itu sangat sulit untuk dihilangkan.
Racun jamur yang terkonsumsi oleh manusia biasanya tidak langsung dikeluarkan dari tubuh, namun akan terakumulasi dan saat kadarnya telah mencapai titik tertentu (batas normal) maka manusia akan mulai menunjukkan gejala. Salah satunya ialah melemahnya sistem pertahanan tubuh manusia atau sering disebut imunosupresi. Imunosupresi yang disebabkan oleh mikotoksin bersifat kronis. Namun jika konsentrasi tinggi akan bersifat akut.
Imunosupresi merupakan gejala awal saat kadar mikotoksin relatif rendah, selanjutnya terjadi gangguan metabolisme, timbul gejala klinis dan akhirnya timbul kematian.

·         Defisiensi nutrisi
Zat nutrisi yang terkandung dalam ransum, seperti energi, protein, vitamin dan mineral memiliki peranan penting dalam sistem kekebalan (imunitas). Protein sangat diperlukan untuk perkembangan organ limfoid. Bahkan beberapa asam amino memiliki peranan langsung terhadap sistem kekebalan. Contohnya metionin yang berperan meningkatkan aktivitas kerja thymus dan bursa Fabricius. Kekurangan metionin akan mengakibatkan manusia kekurangan sel darah putih dan ukuran bursa Fabricius menjadi lebih kecil dibandingkan ukuran normalnya. Ketersediaan lisin yang cukup dapat meningkatkan level Ig M dan Ig G yang menentukan level/titer antibodi. Selain itu lisin juga digunakan untuk memelihara sistem kekebalan dan sintesa imunoglobulin yang disekresikan lewat mukosa usus. Arginin dan sistin juga berperan dalam sistem kekebalan tubuh manusia.
Vitamin juga berperan sebagai kofaktor dalam alur proses pembentukan antibodi. Vitamin C berfungsi memelihara stabilitas membran sel leukosit dan mengoptimalkan aktivitas fagosit dari sel neutrofil. Vitamin yang spesifik berperan dalam sistem kekebalan yaitu vitamin A yang berperan menjaga fungsi normal membran mukosa dan perkembangan sel limfosit B; vitamin B6 berfungsi dalam perkembangan dan pemeli-haraan jaringan limfoid; vitamin D3 diperlukan untuk aktivitas makrofag dan level perlindungan cellular mediated immunity (CMI) dan vitamin E melindungi struktur lipoprotein membran sel dan ikut dalam proses pembentukan humoral mediated immunity (HMI) dan CMI.

c.      Kejadian dan Faktor Penyebab Imunosupresi

Sebenarnya ada beberapa kondisi yang dapat menyebabkan timbulnya kejadian imunosupresi, yaitu:

·         Rusaknya jaringan-jaringan tubuh yang berfungsi untuk membentuk/mendewasakan sel-sel yang berperanan dalam respon kekebalan, misalnya timus (thymus), bursa Fabricius, sumsum tulang, limpa dan jaringan limfoit lainnya (misalnya daun Peyer). Kerusakan jaringan ini bisa disebabkan oleh virus (misalnya: Reovirus, Mareks Disease Virus, Chicken Anaemia Virus, Raussarcoma Viruses, IBD Virus) atau oleh toksin-toksin tertentu seperti Aflatoksin dan Toksin-T2.
Efek dari rusaknya jaringan limfoit selain dari mengecilnya jaringan limfoit itu sendiri, juga menyebabkan menurunnya jumlah sel-sel darah putih secara ke seluruhan, termasuk sel-sel limfosit dewasa yang beredar di dalam sistem sirkulasi tubuh, baik itu sistem peredaran darah maupun sistem peredaran limfe (system
getah bening atau limfatik).
Kondisi ini tentu saja akan mengakibatkan reaksi tubuh dalam menghadapi tantangan bibit penyakit yang masuk akan menjadi lebih lama atau tidak optimal. Selanjutnya, Labro (1990) melaporkan bahwa penggunaan antibiotika jenis Tetrasiklin dalam waktu yang relatif lama pun akan menekan jumlah populasi sel-sel limfosit, walaupun pada penelitian selanjutnya diketahui efek tersebut hanyalah bersifat sementara dan mekanismenyapun belum diketahui secara pasti.
·         Rusaknya struktur dan fungsi fisiologis sel-sel darah putih (termasuk sel-sel limfosit). Kondisi ini dapat disebabkan juga oleh virus-virus dan toksin yang disebutkan di atas, tergantung dari derajat keparahan infeksi ataupun level dan lamanya induk semang terinduksi oleh Aflatoksin ataupun Toksin-T2.
·         Walaupun struktur sel-sel darah putih (termasuk sel-sel limfosit) tidak terganggu, namun ada kalanya hanya fungsi fisiologisnya saja yang terganggu. Hal ini bisa terjadi akibat stres yang luar biasa ataupun pengaruh dari Aflatoksin dosis rendah (lazy leucocyte syndrome). Pada kondisi seperti ini sel-sel limfosit yang normal secara anatomis tidak memberikan respon tanggap kebal yang optimal secara fisiologis terhadap adanya induksi secara imunologik. Adair (1995) menyatakan bahwa kondisi imunosupresi juga dapat terjadi akibat terjadinya infeksi-infeksi pada jaringan-jaringan non-limfoit seperti kelenjar tiroid (thyroid). Pada kondisi seperti ini berarti agen penyebabnya secara tidak langsung mengganggu reaksi imunologis. Hal ini mirip sekali dengan laporan Klasing (1997) tentang peranan Interleukin-1 (sejenis sitokin) yang terbentuk pada respon kekebalan dan pengaruhnya pada penampilan pertumbuhan pada manusia potong. Jadi, secara umum dapat disimpulkan bahwa kondisi imunosupresi dapat terjadi akibat terganggunya respon kekebalan secara normal yang disebabkan oleh faktor-faktor infeksius atau pun non-infeksius, baik secara langsung ataupun secara tidak langsung.


Faktor penyebab lain  yang melemahkan sistem kekebalan tubuh kita:
1.    Overdosis pada gula:
Jumlah asupan gula yang tinggi untuk jangka waktu lama dapat mengurangi kemampuan sel darah putih untuk membunuh kuman sebesar 40 persen. Efek penekan kekebalan gula dimulai kurang dari tiga puluh menit setelah konsumsi dan dapat berlangsung selama lima jam.
2.     Minum alkohol berlebihan minum alkohol yang berlebihan dapat membahayakan sistem kekebalan tubuh dalam dua cara
a.    menghasilkan suatu kekurangan gizi secara keseluruhan, mencabut tubuh nutrisi yang berharga.
b.    minum alkohol yang berlebihan dapat mengurangi kemampuan Sel darah putih untuk membunuh kuman, dan menekan kemampuan sel darah putih untuk berkembang biak menyebabkan keracunan yang mengakibatkan kekebalan ditekan dan infeksi hati.
3.    makanan alergen Sistem kekebalan mengenali substansi dinyatakan tidak berbahaya sebagai penyerbu asing dan serangan itu, menyebabkan reaksi Alergi. Sebelum pertempuran, lapisan usus seperti dinding tak tertembus terhadap penyerbu asing. Setelah pertemuan dengan alergen makanan banyak, dinding rusak, memungkinkan penjajah dan zat beracun lainnya berpotensi dalam makanan untuk masuk ke aliran darah dan membuat tubuh merasa lelah.
4.     Asupan tinggi jumlah lemak jenuh s dan trans
Obesitas dapat menyebabkan sistem kekebalan yang lemah. Hal ini dapat mempengaruhi kemampuan sel darah putih untuk memperbanyak, memproduksi antibodi, dan mencegah peradangan.
5.    Jumlah yang tidak memadai tidur Suatu jumlah yang tidak memadai tidur dapat menyebabkan sistem kekebalan tertekan. Tubuh kita membutuhkan tidur untuk memulihkan itu habis energi selama tidur dan memungkinkan sel-sel darah putih untuk kembali memperkuat diri.
6.    Vitamin, nutrisi dan Vitamin mineral defisiensi, gizi dan kekurangan mineral mengurangi kadar oksigen dalam aliran darah yang penting untuk sel-sel tubuh kita dan meningkatkan risiko peradangan hati, prostat, dll

d.    Tanda lainnya

·         Respon yang buruk terhadap pengobatan untuk infeksi
·         Pemulihan tertunda atau tidak lengkap dari penyakit
·         Beberapa jenis kanker (seperti sarkoma Kaposi atau limfoma non-Hodgkin)
·         Infeksi tertentu (termasuk beberapa bentuk pneumonia atau infeksi jamur berulang)

e.    Tes digunakan untuk membantu mendiagnosa gangguan immunodeficiency


·         Melengkapi kadar dalam darah, atau tes lainnya untuk mengukur zat yang dilepaskan oleh sistem kekebalan tubuh
·         Tes HIV
·         Kadar imunoglobulin dalam darah
·         Protein elektroforesis (darah atau urin)
·         T (timus berasal) jumlah limfosit
·         Jumlah sel darah putih

f.     Saran untuk membantu Anda mengurangi risiko infeksi

Memodifikasi gaya hidup Anda:


·         Cuci tangan
·          Menjaga kebersihan tubuh yang baik
·         Gunakan cair daripada sabun batangan
·         Bath setiap hari, lembut kulit keringkan, gunakan pelembab untuk mencegah kulit kering
·         Gunakan krim kutikula remover daripada memilih atau memotong kutikula kuku
·         Gunakan deodoran bukan antiperspirant
·         Setelah buang air besar, bersihkan daerah dubur menyeluruh
·         Lakukan perawatan mulut sering, hati-hati, namun secara menyeluruh
·         Coba ½ sdt. baking soda dan ½ sdt. garam dalam 8 ons gelas air bukan obat kumur
·         Gunakan pisau cukur listrik bersih daripada pisau silet lurus atau kembar
·         Hindari mengambil suhu rektal, atau menggunakan dubur atau vagina supositoria (wanita menggunakan serbet, bukan tampon)
·         Gunakan pelumas saat berhubungan intim, gunakan kondom jika melakukan hubungan seks anal
·         Lindungi diri Anda dari luka bakar, luka, dan goresan
·         Hindari kontak dengan potensi untuk infeksi (air tergenang, orang dengan pilek, luka terbuka, tempat umum tertutup dengan orang banyak, kotoran hewan, dll)
·         Hindari vaksinasi, dan orang-orang yang baru divaksinasi dengan vaksin hidup (mis. bayi berusia 12-15 bulan)
·         Latihan sedikit setiap hari


g.    Terapi Imunosupresi

Sistem imun tubuh dapat membedakan antara antigen diri (self antigen) dengan antigen asing (non-self antigen). Dalam keadaan normal sistem imun memper- tahankan fungsi fisiologis terhadap berbagai perubahan dari luar. Jika suatu antigen asing masuk ke dalam tubuh akan timbul respons imun, tetapi pada keadaan tertentu dapat tidak timbul respons imun. Suatu antigen disebut imunogen bila mampu membangkitkan respons imun, jadi bersifat imunogenik. Sebaliknya kalau tidak menimbulkan respons imun disebut bersifat tolerogenik dan menimbulkan imunotoleransi. Pada keadaan tertentu respons imun dapat memberikan keadaan patologik misalnya pada keadaan hipersensitivitas, atau dapat juga ditimbulkan oleh karena gangguan regulasi sistem imun, autoimunitas, dan defisiensi imun. Imunomodulasi adalah usaha untuk mengembalikan dan memperbaiki keadaan patologik tersebut menjadi normal kembali dengan cara menekan fungsi imun yang berlebihan (imunosupresi), atau memperbaiki sistem imun dengan merangsang sistem imun (imunopotensiasi).







Daftar Pustaka

Basic Immunology: Functions and Disorders of the Immune System, 3rd Ed. 2011
Conti DJ, Rubin R. Infeksi pada sistem saraf pusat pada penerima transplantasi organ. Neurologis Clinics1988; 6:241-60
Fimmel, S; Zouboulis CC (2005). "Influence of physiological androgen levels on wound healing and immune status in men". Aging Male 8 (3–4): 166–174. 
Lehnert AM, Yi S, Burgess JS, O’Connell PJ. Pancreatic islet xenograft tolerance after short-term costimulation blockade is associated  with increased CD4+ T cell apoptosis but not immune deviation. Transplantation 2000;69:1176–85.
Llewelyn JG. Para neuropati diabetes: tipe, diagnosis dan manajemen. J Neurol Neurosurg Psychiatry2003, 74 (suppl II): ii1-2
Nakata K. Mycobacterium Tuberkolosis Enhances Human Immunodeficiency Virus-I Replikacation in the Lung. Am J respir Crit Care Made 1997; 155; 996-1003
Noskin GA, Phair JP. Host Impairments in Human Imunodeficiency Virus Infection. In; Respiratory Infection, editors; Niederman, Sarosi, Glassroth, WB Saunders Company USA, 1994.p.57-62
Pengantar Kesehatan Lingkungan  Dr. Budiman Chandra
Zunt JR. Infeksi sistem saraf pusat selama imunosupresi. Neurologis Clinics2002; 20:1-22