BAB I
KONSEP DASAR MEDIS
1.1 PENGERTIAN
1.1.1 Demam typhoid ialah penyakit infeksi akut
yang biasanya mengenai saluran cerna dengan gejala demam lebih dari 7 hari
gangguan pada saluran cerna dan gangguan kesadaran (Kapita Selekta anak Jilid 2
th 2001:432)
1.1.2 Demam typhoid (enteric fever) ialah penyakit
infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang
lebih dari 1 minggu gangguan saluran pencernaan dan gangguan kesadaran
(Nursalam, 2005: 152)
1.2 DEMAM TYPHOID
PATOFISIOLOGI
Salmonella typosa masuk
melalui makanan da minuman yang terkontaminasi berada pada usus halus
Menginfasi jaringan limfoid usus halus (
plak peyer) dan jaringan limfoid mesentrika
keradangan dan nekrosis lokal
kuman masuk darah (
bakterinia sekunder)
organ ress limfe dan hati kuman-
hepatomegali nyaman (nyeri)
kuman yang terfagosit splenomegali
berkembang biak
darah ( bakteri
sekunder) nafsu makan menurun, bibir kering
nutrisi
kurang dari kebutuhan
target organ usus halus melepas endotoksin
terminalis ( plak peyer)
penurunan termoregulator
peruistaltik peristaltik
kesehatan hipotalamus
meningkat menurun panas peningkatan
deare kembung suhu
tubuh
konstipasi
penurunan
volume cairan
1.3
ETIOLOGI
·
Salmonella
typhosa, basil gram negative yang bergerak dengan rambut getar dan tidak
berspora.
·
Masa
inkubasi 10-20 hari
1.4
MANIFESTASI
KLINIS
·
Nyeri
kepala, lemah, lesu
·
Demam
yang tidak terlalu tinggi dan berlangsung selama 3 minggu. Minggu pertama
peningkatan suhu tubuh berfluktuasi. Biasanya suhu tubuh meningkat pada malam
hari. Pada minggu kedua suhu tubuh terus meningkat, dan pada minggu ketiga suhu
berangsur-angsur turun dan kembali normal.
·
Gangguan
pada saluran cerna ; bibir kering dan pecah-pecah, lidah ditutupi selaput putih
kotor (coated tongue), meteorismus mual, tidak nafsu makan, hepatomegali,
splenomegali yang disertai nyeri pada perabaan.
·
Gangguan
kesadaran; penurunan kesadaran (apatis, somnolen)
·
Bintik-bintik
kemerahan pada kulit (roseola) akibat emboli basil dalam kapiler kulit.
·
Epistaksis
1.5
PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK
1.5.1
Pemeriksaan
Laboratorium
1.5.2
Darah
tepi
Terdapat gambaran leokapenia, limfositosis
relative dan aneosinofilia pada permulaan sakit mungkin terdapat anemi dan
trombositopenja ringan. (Ngastiyah 1997:157-158).
1.5.3
Darah
untuk kultur (biakan empedu dan widal)
Pemeriksaan ini perlu dikerjakan pada waktu
masuk dan setiap minggu berikutnya diperlukan darah vena sebanyak 5 cc untuk
kultur atau widal.
1.5.4
Pemeriksaan
isolasi kuman
Diagnesis pasti demam tyhoid dilakukan
dengan isolasi slmonella. Typosa isolasi kuman penyebab demam typoid dapat
dilakkukan dengan melakukan biakan dari berbagai tempat didalam tubuh. (Sugeng
Sujianto 2002 : 1)
1.6 KOMPLIKASI
1.6.1 Dapat
terjadi pada usus halus
Contoh :
pendarahan usus Perforasi usus dan peritonitis.
1.6.2 Dapat
terjadi di luar usus
Terjadi kerena lokalisasi peradangan
akibat sepsis (Bakterimia) yaitu meningitis, kolesistis dan ensefalopati..
1.7 PENATALAKSANAAN
MEDIK
1.7.1 Pasien yang dirawat denan diagnosa typhoid
fever harus dianggap dan diperlakukan langsung sebagai pasien typhoid fever dan
diberikan pengobatan sebagai berikut :
1. Isolasi pasien infeksi pakaian
2. Perawatan yang baik untuk menghindari
komplikasi mengingat sakit yang lama
3. Istirahat selama demam sampai dengan dua
minggu setelah suhu normal kembali (Istirahat total) kemudian boleh duduk jika
tidak panas lagi boleh berdiri kemudian berjalan keruangan.
4. diet makanan harus mengandung cukup cairan
kalori dan tinggi protein.
5. Obat pilihan kloramfenikol kecuali jika
pasien tidak serasi dapat diberikan obat lainnya seperti kotrimozasol.
6. Bila terdapat komplikasi terapy
disesuaikan dengan penyakitnya bila terjadi dehidrasi dan asidosis diberikan
cairan secara intravena.
1.7.2 Hofman
terapy
Ø Demam typoid klinis jelas
Ø Kalau memungkinkan didukung laborat
Ø LP dbN
Ø Elektro it/metabolic; N/sudah terkoreksi
Ø Dexametason Inisial 3 mg/kg/1-2 jam Drip
Dalam 100 cc D5
Maintenance 1 mg/kg/1 jam
dalam 100 cc Drip D5
Ulang tiap 6 jam stop setelah
8 kali pemberian (48 jam)
Indikasi harus tepat bisa
menyebabkan perdarahan usus/relap
1.8
PROGNOSIS
Umumnya prognosis typus abdominalis pada
anak baik asal pasien dapat berobat. Prognosis menjadi tidak baik apabila
terdapat gambaran klinis.
1.8.1
Demam
tinggi (hyperpyreksia) atau febris continu
1.8.2
Kesadaran
sangat menurun (spoor, coma dan delirium)
1.8.3
Terdapat
komplikasi yang berat misalnya dehidrasi dan asidosis, perforasi
2.1
KONSEP
KEPERAWATAN
2.1.1
Pengkajian
Identitas klien
Nama dan umur untuk panggilan dan
membedakan klien yang satu dengan yang lain. Dapat terjadi pada anak laki-laki
dan perempuan, kelompok umur yang terbanyak adalah diatas umur lima tahun
(Ngastiyah 1997:155).
2.1.2
Keluhan
utama
Pada pasien typus abdominalis keluhan
utamanya adalah demam.
2.1.3
Riwayat
penyakit sekarang
Demam yang naik
turun, remiten, demam dan mengigil lebih dari satu minggu
2.1.4
Riwayat
penyakit dahulu
Sebelumnya pernah
menderita Typoid ( relaps)
2.1.5
Riwayat
penyakit keluarga
Keluarga apakah ada
yang menderita penyakit yang sama atau penyakit pencernaan lain.
2.1.6
Riwayat
psiko social dan spiritual
Kelemahan dan
ganguan interaksi sosial karena bedrest serta terjadi kecemasan
2.1.7
Activity
daily life
2.1.7.1 Nutrisi
Pada klien dengan
typus abdominalis didapatkan rasa mual, muntah, anoreksia kemungkinan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
2.1.7.2 Eleminasi
Didapatkan
konstipasi dan diare
2.1.7.3 Aktifitas
Badan klien lemah
dan klien dianjurkan untuk istirahat dengan tirah baring sehingga terjadi
keterbatasan aktifitas.
2.1.7.4 Istirahat Tidur
Klien gelisah dan
mengalami kesulitan untuk tidur karena adanya peningkatan suhu tubuh
2.1.7.5 Persona hygiene
-
Klien
dianjurkan bedres sehingga mengalami gangguan perawatan diri
-
Perlu
kaji kebiasaan klien dalam personal hygiene, seperti tidak mencuci tangan sebelum
makan dan jajan disembarang tempat
2.2
PEMERIKSAAN
2.2.1
Pemeriksaan
umum
Ø Kesadaran : Umumnya apatis sampai samnolen
Ø Suhu : Adanya peningkatan suhu
Ø Nadi : Denyut nadi lemah dan bersifat decrotik akan
tetapi jika terjadi resiko komplikasi (pendarahan usus) nadi meningkat atau
cepat dan kecil
2.2.2
Pemeriksaan
fisik
Kepala
Mata : kelopak mata cekung, pucat, dilatasi pupil,
konjungtifa pucat kadang di dapat anemia ringan.
Mulut : Mikosa bibir kering, pecah-pecah, bau mulut
tak sedap.
Terdapat
beslag lidah dengan tanda-tanda lidah tampak kering dilatasi. Selaput tebal
dibagian ujung dan tepi lidah nampak kemerahan.
Lidah tremor jarang terjadi
Thorax : Jantung dan paruh tidak ada kelainan kecuali
jika ada komplikasi. Pada daerah
perangsang ditemukan resiola spot
Abdomen : Terdapat meteorismus, distensi abdomen, bising
usus meningkat, adanya nyeri tekan, adanya pembesaran hepar dan limpa dan
terdapat rosiola thyposa.
Ekstrimitas : Terdapat rosiola dibagian fleksus lengan atas.
2.2.3
Pemeriksaan
penunjang
Didapatkan anemia
ringan, salmonella typosa dapat ditemaukan dalam darah. Pemeriksaan widal tidak
selalu positif.
2.3
ANALISA
DATA
Dari hasil pengumpulan data, kemudian data
tersebut dikelompokkan lalu dianalisis sehingga dapat ditarik adanya masalah
yang mungkin terjagi pada demam typhoid
2.4
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
2.4.1
Peningkatan
suhu tubuh berhubungan dengan adanya zat pirogen dalam thermostat sekunder
terhadap proses infeksi salmonella typosa
2.4.2
Gangguan
pemenuhan kebutuhan nutrisi (deficit) berhubungan dengan gangguan fungsi fungsi
digestif absorbsi nutrient
2.4.3
Gangguan
eleminasi alvi (diare / konstipasi) berhubungan dengan proses inflamasi,
iritasi dan mal absorbsi usus. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubungan
dengan proses peradangan Usus halus.
2.4.4
Gangguan
pemenuhan istirahat tidur berhubungan dengan factor hospitalisasi, Diare dan
konstipasi
2.5
PERENCANAAN
2.5.1
Diagnosa
Keperawatan 1
1. Tujuan :
suhu tubuh dalam batas normal (36.5 C – 37,5 C)
2. Kriteria : suhu dalam batas normal 36,5
C-37,5 C
3. Intervensi :
Ø Jelaskan pada keluarga tentang penyebab
dari peningkatan suhu tubuh
Rasional :
Pengetahuanyang
memadai meningkat kooperatif keluarga
Ø Pertahankan fentilasi yang cukup dalam
ruangan
Rasional :
Dengan
fentilasi yang cukup pertukaran udara lebih baik
Ø Beri kompres dingin
Rasional
Dengan pemberian
kompres dingin terjadi proses konduksi
Ø Anjurkan untuk menggunakan pakaian tipis
dan menyerap keringat
Rasional
Evaporasi
adalah perubahan cairan menjadi uap sehingga keringat yang keluar dapat dengan
mudah menguap atau diserap oleh kain tipis
Ø Observasi gejala cardinal
Rasional
Mendetiksi
secara dini perkembangan klien
Ø Lakukan kolaborasi pemberian obat-obatan
golongan antipiretik dan antibiotik bila dengan intevensi perawatan suhu tidak
turun
Rasional
Antipirektif
berpengaruh terhadap pusat pengatur suhu sehingga dapat menurunkan suhu tubuh
2.5.2
Diagnosa
Keperawatan 2
1). Tujuan : Mempertahankan nutrisi optimal
2). Kriteria: Menjukkan berat badan stabil
atau peningkatan berat badan sesuai dengan nilai normal dan tidak ada tanda
malnutrisi
3). Intervensi
(1)
Diskusi
dengan keluarga tentang diet yang harus diberikan pada anak (mudah cerna)
Rasional:
Penjelasan
yang adekuat pada keluarga meningkat kooperatif
Dalam
tindakan keperawatan
(2)
Dorong
tirah baring atau pembatasan aktifitas selama fase akut
Rasional:
Menurunkan
kebutuhan metabolic untuk mencegah penurunan.
Kalori
dan simpanan energi
(3)
Berikan
makanan dengan porsi kecil, frekuensi sering(6x24 jam)
Rasional
:
Porsi
kecil menyebabkan pengurangan tegangan lambung
(4)
Berikan
diet sesuai dengan kondisi klien
·
Bila
kesadaran menurunkan dan suhu meningkat, berikan diet cair personde atau infuse
dengan jumlah kalori +1200, makanan cukup energi dan protein serta tidak
merangsang dan tidak menimbulkan gas
·
Beri
makanan saring (Transisi) cair lunak dengan jumlah kalori + 900-1700 lama pemberian
2-3 hari, diet TKTP rendah serat
·
Beri
makanan llunak dengan transisi ke makanan biasa dengan jumlah kalori +900-1900,
lama pemberian sampai suhu normal
Rasional :
Meminimalkan, fungsi usus
selama proses akut serta diet TKTP rendah serat dimana protein perlu untuk
penyembuhan integritas jaringan. Rendah serat menurunkan respon peristaltic
terhadap makanan
(5)
Catat
masukan dan pengeluaran
Rasional :
Memberikan
rasa control pada klien dan kesempatan untuk memilih makanan yang diinginkan
sesuai dengan kondisi klien dapat meningkatkan masukan.
(6)
Lakukan
kolaborasi dengan pemberian nutrisi parenteral bila nutrisi peroral sulit
dicapai.
Rasional :
Program ini
mengistirahatkan saluran gastrointestinal sementara memberikan nutrisi penting.
2.5.3
Diagnosa
Keperawatan 3
1. Tujuan : Gangguan eliminasi alvi (diare) teratasi.
2. Kriteria : melaporkan penurunan frekwensi defekasi dan
konsistensi kembali.
3. Intervensi
1. Obsertasi dancatat frekwensi defekasi,
karakteristik, jumlah dan Faktor pencetus.
Rasional :
Membantu membedakan penyakit
individu dan menkaji besarnya episode.
1) Tingkatan tirah baring.
Raisonal
Istirahat menurunkan motilitas
usus jugamenurunkan metabolisme.
Bila infeksi atau perdarahan
sebagai komplikasi.
2) Buang feses dengan cepat, berikan
pengharum ruangan.
Rasional
Menurunkan baau tidak sedap
untuk menghindari rasa mual pasien.
3) Identifikasi makanan dancairan yan
mencetuskan diare.
Rasional
Iritsi dapat meningkatkan
istirahat usus.
4) Mulai lagi pemasukan cairan peroral secara
bertahap.
Rasional
Memberikan istirahat kolom dengan
menghilangkan rangsangan makanan. Makan kembali secara bertahap cairan mencegah
diare berulang.
5) Lakukan kolaborasi dengan medik untuk
pemberian antikolinergik, Anti biotic dan antasida.
Rasional
Antikolinergik berguna
menurunkan motilitas gastintestinal dan menurunkan sekresi digesif untuk
menghilangkan kram dan diare. Antasida berguna untuk menurunkan iritasi gaster
mencegah indamasi dan menurunkan resiko infeksi.
Anti biotic berguna menobati
infeksi supuratif lokal.
2.5.4
Diagnosa
Keperawatan 4
1) Tujuan : gangguan eliminasio alvi (konstipasi) tertasi
2) Kriteria : - melaporkan
atau memperlihatkan peningkatan eliminasi alvi.
-
Defeksi
lancar dan berbentuk setiap harinya.
3) Intervensi
(1) Catat distensi abdomen dan auskultrasi
peristaltic usus.
Rasional
Distensi dan hilangnya usus
merupakan tanda bahwa fungsi defeksi hilang yang kemungkinan berhubungan denan
imnobilisasi yang lama.
(2) Anjuran untuk melakukan pergerakan sesuai
dengan kondisi atau kemampuan
Rasional :
Menstimulasi peristaltic
yangmemfasilitas kemungkinan berbentuk flatus / merangsang peristaltic secara
berlahan.
(3) Berikan privasi
Rasional :
Meningkatkan makanan secara
psikologis.
(4) Mulai untuk meningkatkan diet sesuai
dengan toleransi klien.
Rasional :
Makanan padat akan dimulai
pemberiannya sampai peristaltic kembali.
(5) Gunakan Bed ukuran kecil sampai klien
mampu utuk defekasi turun dari tempat tidur (ke toilet).
Rasional :
Meningkatkan rasa nyaman dan
menurunkn tegangan pada otot.
Berikan obat laksantif
pelembek fese sesuai kebiasaan dna menurunkan ketegangan.
2.5.5
Diagnosa
Keperawatan 5
1) Tujuan : Kebutuhan istirahat tidur terpenuhi.
2) Kriteria : - Mengidentifikasi
tehnik induksi tidur
-
Mengidentifikasi
tehnik induksi tidur.
-
Melaporkan
keseimbangan optimal istirahat dan aktivitas.
3) Intervensi
(1) Identifikasi faktor-faktor penyebab dan
penunjang.
Rasional
Menentukn tindakan
selanjutnya.
(2) Ciptaka : lingkungan yang nyaman dengan
cara mengurangi kebisingan membatasi pengunjung.
Rasional
Kebisingan dan kunjungan
merupakan stimulus externa yang berpengaruh pada pola istirahat / tidur bagi
klien.
(3) Tingkatan tidur dengan menggunakan bantuan
sesuai kebiasaan di rumah.
Rasional
Adapatasi terhadap lingkungan
yang baru memerlukan perhatian dan dukungan darikeluarga dengan modifikasi
kebiasaan anak sebelum tidur seperti dirumah.
(4) Jelaskan waktu malam pada anak.
Rasional :
Waktu malam merupakan waktu
untuk beristirahat atau tidur.
(5) Berikan anak lampu malam atau senter.
Rasional :
Lampu malam digunakan agar
anak dapat mengontrol kegelapan.
2.6
EVALUASI
1) Proses (formatif)
Fokus tipe evaluasi ini adalah aktivitas
proses keperawatan dan outcomes kualitas pelayanan tindakan keperawatan.
Evaluasi proses harus dilaksanakan segera setelah perencanaan keperawatan untuk
membantu keefektifan terhadap tindakan. Evaluasi formatif terus-menerus
dilaksanakan sampai tujuanyang telah ditentukan tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Ngastiyah
(1997) Perawatan Anak Sakit, EGC. Jakarta
Mansyur, Arif
(2004). Kapita Selekta Anak Media Aesculapius FKUI
Sujianto,
Sugeng (2002). Ilmu Penyakit Anak Diagnosa Dan Penatalaksanaan Edisi 2.
Nursalam(2005).
Askep Bayi dan Anak, Salemba Mediga. Jakarta