Senin, 11 Februari 2013

ASKEP DHF



ASUHAN KEPERAWATAN
PADA ANAK DENGAN DHF


1.      KONSEP DASAR MEDIS
1.1         Pengertian
1.1.1.      Demam berdarah dengue adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes (Aedes albopictus dan Aedes aegypti) (Ngastiyah; 1997 : 341).
1.1.2.      Demam berdarah dengue adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue tipe I – IV dengan manifestasi klinis demam 5 – 7 hari disertai dengan gejala perdarahan dan bila timbul renjatan, angka kematiannya cukup tinggi (Pedoman Diagnosis dan Terapi; 1994 : 201).
1.1.3.      DHF adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan virus dengue dengan ciri demam dan manifestasi perdarahan (Dep. Kes RI; 1993:112).
1.2         Etiologi
Virus dengue serotipe 1, 2, 3 dan 4 yang ditularkan melalui vektor nyamuk Aedes aegypti, nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe besangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe lain.
Ciri-ciri vektor Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus antara lain sebagai berikut:


1.2.1.     Aedes Aegypti
1).    Ciri – ciri
a.       Berwarna hitam dengan belang-belang (loreng) putih pada tubuhnya dengan bercak-bercak putih di sayap dan kakinya
b.      Berkembang biak ditempat penampungan air yang tidak beralaskan tanah seperti bak mandi/WC, tempayan, drum, dan barang-barang yang menampung air seperti kaleng, ban bekas, pot tanaman, air tempat minum burung dan lain-lain.
c.       Biasanya menggigit pada siang hari
d.      Nyamuk betina membutuhkan darah manusia untuk mematangkan telurnya agar dapat meneruskan keturunannya.
e.       Kemampuan terbang 100 m.
2).    Daur hidup
a.       Nyamuk betina meletakkan telurnya ditempat berkembang biakannya
b.      Dalam beberapa hari telur menetas menjadi jentik, kemudian berkembang menjadi kepompong dan akhirnya menjadi nyamuk (berkembang biak dari telur, jentik, kepompong ® nyamuk membutuhkan waktu 7 – 10 hari).
c.       Dalam tempo 1 – 2 hari nyamuk yang baru menetas ini (yang betina) akan menggigit (menghisap darah) manusia dan siap melakukan perkawinan dengan nyamuk jantan.
d.      Setelah menghisap darah nyamuk betina beristirahat sambil menunggu proses pematangan telurnya. Tempat beristirahat yang disukai adalah : tumbuh-tumbuhan, atau benda tergantung di tempat yang gelap dan lembab, berdekatan dengan tempat berkembang biaknya.
e.       Siklus menghisap darah seseorang pasien DBD / carier, maka nyamuk ini seumur hidupnya dapat menularkan virus ini.
f.       Umur nyamuk betina rata-rata 2 – 3 bulan.
1.2.2.         Aedes Albopictus

a.       Habitatnya ditempat air jernih, biasanya di dekat rumah atau pohon-pohon, dimana tertampung air hujan yang bersih, yaitu pohon pisang, pandan, kaleng bekas dan lain sebagainya.

b.      Menggigit pada waktu siang hari
c.       Jarak terbang 50 meter

 

























Patogenesis





























1.3         Patofisiologi
Virus dengue masuk dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes dan infeksi pertama kali mungkin memberi gejala sebagai Dengue Fever (DF). Reaksi tubuh merupakan reaksi yang biasa terlihat sebagai akibat dari proses viremia seperti demam, nyeri otot dan atau sendi, sakit kepala, dengan / tanpa rash dan limfa denopati.
Sedangkan DBD biasanya timbul apabila seseorang telah terinfeksi dengan virus dengue pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya. Reinfeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan konsentrasi komplek antigen antibodi (komplek virus anti bodi) yang tinggi.
Terdapatnya komplek antigen antibodi dalam sirkulasi darah mengakibatkan :
1).    Aktivasi sistem komplemen yang berakibat dilepaskannya mediator anafilatoksin C 3a dan C 5a, dua peptida yang berdaya melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat yang menyebabkan meningkatnya permeabilitas pembuluh darah (plasma – Leakage), dan menghilangnya plasma melalui endotel dinding itu, renjatan yang tidak diatasi secara adekuat akan menimbulkan anoksia jaringan, asidosis metabolik dan berakhir kematian.
2).    Depresi sumsum tulang mengakibatkan trombosit kehilangan fungsi agregasi dan mengalami metamorfosis, sehingga dimusnahkan oleh sistem RE dengan akibat terjadi trombositopenia hebat dan perdarahan.
3).    Terjadinya aktivasi faktor Hagemon (faktor XII) dengan akibat akhir terjadinya pembekuan intra vaskuler yang meluas. Dalam proses aktivasi ini maka plasminogen akan berubah menjadi plasmin yang berperan pada pembentukan anafilatoksin dan penghancuran fibrin menjadi Fibrin Degradation Product (FDP).

Patofisilogi

 
4         Gejala Klinis
1.4.1.     Panas
1).    Langsung tinggi dan terus menerus
2).    Sebab tidak jelas
3).    Hampir tidak bereaksi terhadap pemberian antipiretik
4).    Biasanya berlangsung 2 – 7 hari dan bila tidak disertai syok maka panas akan turun dan klien akan sembuh sendiri (self liminiting)
5).    Juga disertai malaise, mual, muntah, sakit kepala, anoreksia, kadang-kadang batuk, nyeri perut, persendian dan otot seluruh tubuh.
1.4.2.     Tanda-tanda perdarahan
1).    Karena manipulasi
Rumpel leede test:
a.       Teknik
D       Klien diukur tekanan darahnya dan dicari sistol dan diastolnya.
D       Setelah ketemu kemudian dijumlahkan lalu dibagi dua misal:
Sistok     : 120 mm Hg
Diastok   : 80 mmHg
Þ 120 + 80     = 200
                        = 200 : 2 = 100
D       Hasil pembagian tadi digunakan untuk patokan mempertahankan tekanan air raksa pada tensimeter
D       Pompa lagi balon tensimeter sampai air raksa menunjukkan angka patokan tadi, lalu kunci dan pertahankan selama 5 menit
D       Setelah itu buka penguncinya dan manset dilepaskan
D       Kemudian dilihat apakah ada timbul petekie atau tidak didaerah Voler lengan bawah (Fossa cubiti).
b.      Kriteria:
D       (+) bila jumlah petekie ³ 20
D       (±) bila jumlah petekie 10 – 20
D       (–) bila jumlah petekie 10
2).    Perdarahan spontan
a.       Petekie / Ekimose
b.      Perdarahan gusi
c.       Epistaksis
d.      Hematomesis / melena
1.4.3.     Hepatomegali (sudah dapat diraba sejak permulaan sakit)
1.4.4.     Tanda-tanda syok:
1).    Nadi yang lemah dan cepat sampai tak teraba
2).    Tekanan nadi menjadi 20 mmHg atau sampai nol
3).    Kulit lembab dan dingin terutama ujung jari tangan, kaki dan hidung
4).    Sianosis, gelisah dan kesadaran menurun
Menurut derajat berat ringannya penyakit DBD dibagi menjadi 4 tingkatan, yaitu:
Derajat I      :  Panas 2 – 7 hari, gejala umum tidak khas, uji  “tourniquet” (+)
Derajat II     :  Sama dengan derajat I ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekia, ekimosa, epistaksis, hematemesis, melena, perdarahan gusi, uterus, telinga dan sebagainya.
Derajat III   :  Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat ( ³ 120 / menit) tekanan nadi sempit (selisih antar sistole dan diastole £ 20 mmHg), tekanan darah menurun (120/80 ® 120/100 ® 120/110 ® 90/70 ® 80/0 ® 0/0).
Derajat IV   :  Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak terukur (denyut jantung ³ 140/menit), anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
1.5         Pemeriksaan
1.5.1.      HB, Hematokrit / PCV meningkat sama atau lebih dari 20 %
Normal : PCV / Hm = 3 x Hb
Nilai normal : - HB            =    L : 12,0 – 16,8 g/dl
                                                   P : 11,0 – 15,5 g/dl
-  PCV /Hm =    L : 35 – 48 %
                           P : 34 – 45 %
1.5.2.      Trombosit menurun £ 100.000 / mm3
Nilai normal =    L : 150.000 – 400.000/mm3
                           P : 150.000 – 430.000/mm3
1.5.3.      Leucopenia, kadang-kadang Leucositosis ringan
Nilai normal = 4.600 – 11.400/mm3
1.5.4.      Waktu perdarahan memanjang
Nilai normal = 1 – 5 menit
1.5.5.      Waktu protombin memanjang
Nilai normal = 10 – 14 detik
1.6         Diagnosis
Diagnosis DBD / DSS masih berdasarkan patokan WHO th 1975 yaitu bila kriteria laboratorik terpenuhi ditambah minimal 2 kriteria klinik, ketepatannya berkisar 70 – 90 %.
1.7         Diagnosis Banding
1.7.1.     Belum/tanpa renjatan
1).    Campak
2).    Infeksi bakteri / virus lain (Tansilo faringitis, demam dari kelompok penyakit exanthem, hepatitis, chikungunya).
1.7.2.     Dengan renjatan
1).    Demam Tifoid
2).    Renjatan septik oleh kuman gram negatif lain
1.7.3.     Demam perdarahan
1).    ITP – STP (virus lain)
2).    Leukemia
3).    Enemia aplastik
1.7.4.     Dengan kejang
1).    Meningitis
2).    Ensefalitis
1.8         Penatalaksanaan
1.8.1.      Demam berdarah dengue tanpa renjatan
1).    Pemberian cairan yang cukup
2).    Hiperpireksi diatasi dengan anti piretik dan kompres dingin
3).    Bila kejang diberi luminal atau anti konvulsan lainnya
4).    Periksa TTV 3 jam
5).    Pemeriksaan Hb, Ht, dan trombosit tiap hari mulai hari ke 3 sakit sampai demam turun.
1.8.2.      Demam berdarah dengue disertai renjatan
1).    Pemberian infus RL jika tidak ada respon diberikan plasma
2).    Pemeriksaan Ht secara periodik
3).    Pemeriksaan TTV tiap 3 jam
4).    Jika ada perdarahan GI beri transfusi.
1.9         Pencegahan
Untuk memutuskan rantai penularan, pemberantasan vektor dianggap cara paling memadai saat ini. Sebab belum ditemukan vaksin yang dapat mencegah infeksi virus dengue.
Vektor Aedes Aegypti sebenarnya mudah diberantas karena sarang-sarangnya terbatas ditempat yang berisi air bersih dan jarak terbangnya maksimum 100 meter. Tetapi karena vektor tersebar luas, untuk keberhasilan pemberantasan diperlukan total coverage (meliputi seluruh wilayah) agar nyamuk tak dapat berkembang biak lagi.
Ada 2 cara pemberantasan vektor :
1.9.1.      Menggunakan Insektisida
1).    Yang lazim dipakai dalam program P2M DBD adalah
D       Malathion untuk membunuh nyamuk dewasa (Adultisida)
Cara penggunaan :   -  dengan pengasapan (thermal fogging)
                                 -  dengan pengabutan (cold fogging)
D       Temephos (abate) untuk membunuh jentik (Larvasida)
Cara penggunaan :   Pasir abate (sand granules) dimasukkan ke tempat-tempat penampungan air bersih.
                                 Dosisnya ialah 1 ppm atau 1 gram abate SG 1% per 10 liter air, diberikan tiap 2 – 3 bulan sekali.
2).    Untuk pemakaian rumah tangga dapat digunakan:
D       Insektisida yang disemprotkan di dalam atau di luar kamar / ruangan.
Misal : golongan organofosfat, karbamat atau pyretroid.
1.9.2.      Tanpa Insektisida
§  Menguras bak mandi, tempayan dan tempat penampungan air minimal 1x seminggu (perkembangan telur ke nyamuk lamanya 7 – 10 hari)
§  Menutup tempat penampungan air rapat-rapat
§  Membersihkan halaman rumah dari kaleng-kaleng bekas, botol-botol pecah dan benda lain yang memungkinkan nyamuk bersarang lalu menguburnya.

2.      ASUHAN KEPERAWATAN
2.1.      Pengkajian
2.1.1        Biodata
Secara eksklusif hampir merupakan penyakit pada anak-anak. Endemis di daerah tropis Asia, dan terutama terjadi pada saat  musim hujan (Nelson, 1992 : 269).
2.1.2        Keluhan Utama
Panas atau demam
2.1.3        Riwayat Penyakit Sekarang
Demam akut (mendadak) disertai menggigil dan terus menerus selama 2 – 7 hari (tanpa sebab) disertai juga lemah, nafsu makan menurun, mual dan muntah, batuk pilek, sakit menelan, nyeri pada anggota badan, punggung, sendi, kepala dan ulu hati, perdarahan gusi, epitaksis, sampai perdarahan yang hebat berupa muntah, bisa juga diare atau melena, pegal-pegal pada seluruh tubuh (Ngastiyah; 1997:342).
2.1.4        Riwayat Penyakit Keluarga / Lingkungan
Adanya anggota keluarga / lingkungan yang menderita DHF terutama radius 100 m.
2.1.5        Riwayat Psikososial Spiritual
Derajat IV dapat gelisah
2.1.6        Acitvity Daily Life (ADL)
1).    Nutrisi                   : Mual, muntah, anoreksia, sakit saat menelan
2).    Aktivitas               : Nyeri pada anggota badan, punggung sendi, kepala, ulu hati, pegal-pegal pada seluruh tubuh, menurunnya aktivitas bermain.
3).    Istirahat, tidur       :  Dapat terganggu karena panas, sakit kepala dan nyeri
4).    Eliminasi               :  Diare / konstipasi, melena, oligouria sampai anuria
5).    Personal hygiene   :  Meningkatnya ketergantungan kebu- tuhan perawatan diri.
2.1.7        Pemeriksaan Fisik
Adapun pemeriksaan fisik pada anak DHF diperoleh hasil sebagai berikut:
1).    Keadaan umum
a.       Stadium I
Kesadaran composmentis suhu tubuh meningkat sampai 39 – 41,1 OC (103 – 106 OF), nadi dan TD masih dalam batas normal dan pada kulit terjadi perdarahan yang dipaksakan ( RL test Å ).
b.      Stadium II sampai IV
Suhu tubuh masih tinggi, kesadaran menurun (terutama pada stadium III – IV), nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah atau hipotensi (pada stadium III), pada stadium IV nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur, kulit dingin, lembab, sianosis (FKUI; 1985:613).



2).    Kepala dan leher
a.       Wajah              :  kemerahan pada muka, pembengkakan sekitar mata, lakrimasi dan fotobia, pergerakan bola mata nyeri.
b.      Mulut              :  mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor, (kadang-kadang) sianosis
c.       Hidung            :  epitaksis
d.      Tenggorokan   :  hiperemia
e.       Leher               :  terjadi pembesaran kelenjar limfe pada sudut atas rahang daerah servikal posterior.
3).    Dada (Thorax)
Nyeri tekan epigastrik, nafas dangkal.
Pada Stadium IV :              Palpasi        :           vocal – fremitus kurang bergetar
                               Perkusi  : suara paru pekak, auskultasi didapatkan suara nafas vesikuler yang lemah.
4).    Abdomen (Perut)
Pada palpasi : terjadi pembesaran hati dan limfe, pada keadaan dehidrasi turgor kulit dapat menurun, suffiing dulness, balote ment point (Stadium IV)
5).    Anus dan genetalia
a.       Eliminasi alvi   : diare, konstipasi, melena
b.      Eliminasi uri    : dapat terjadi oligouria sampai anuria
6).    Ekstrimitas atas dan bawah
Stadium I           :  Ekstremitas atas nampak petekie akibat RL test,
Stadium II – III :  terdapat petekie dan ekimose di kedua ekstrimitas
Stadium IV        :  Ekstrimitas dingin, berkeringat dan sianosis pada jari tangan dan kaki.
2.2.      Diagnosa Keperawatan
2.2.1        Peningkatan suhu tubuh (hipetermi) berhubungan dengan proses penyakit (viremia)
2.2.2        Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, perdarahan, munta demam.
2.2.3        Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia dan sakit menelan.
2.2.4        Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan keletihan, malaise sekunder akibat DHF.
2.2.5        Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan volume yang bersirkulasi sekunder akibat DHF
2.2.6        Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan individu tubuh yang lemah
2.2.7        Gangguan pola tidur berhubungan dengan sakit kepala dan pegal-pegal seluruh tubuh
2.2.8        Kecemasan ringan berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan perdarahan yang dialami pasien
2.3.      Intervensi
2.3.1        Diagnosa Keperawatan I
1).    Tujuan : suhu tubuh klien stabil, dengan kriteria hasil:
a.       Suhu tubuh normal (36 – 37O C)
b.      Pasien bebas dari demam
2).    Interfensi
a.       Kaji saat timbulnya demam
Rasional :  Identifikasi pola demam pasien yang bersifat akut (mendadak) disertai menggigil
b.      Observasi tanda-tanda vital (suhu, tensi, nadi, pernafasan) tiap 3 jam atau lebih sering
Rasional :  Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien
c.       Berikan penjelasan tentang penyebab demam atau peningkatan suhu tubuh
Rasional :  Penjelasan tentang kondisi yang dialami pasien dapat membuat pasien / keluarga mengurangi kecemasan yang timbul
d.      Anjurkan pasien untuk minum banyak 1 ½ – 2 liter dalam 24 jam
Rasional :  Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan yang banyak.
e.       Berikan kompres hangat (pada daerah axila dan lipatan paha)
Rasional :  Kompres hangat dapat menghindarkan kekacauan termoregulasi karena pembuluh darah mengalami vasodilatasi.
2.3.2        Diagnosa Keperawatan II
1).    Tujuan : kekurangan volume cairan teratasi dengan kriteria :
a.       TTV 9nadi, tensi) dalam batas normal
b.      Turgor kulit kembali dalam 1 detik
c.       Ubun-ubun datar
d.      Produksi urine 1 cc/kg/BB/jam
e.       Tidak terjadi syok hipovolemik
2).    Interfensi
a.       Kaji keadaan umum pasien
Rasional :  menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui dengan cepat penyimpangan dari keadaan normalnya.
b.      Observasi tanda-tanda syok (nadi lemah dan cepat, tensi menurun, okeral dingin, kesadaran menurun, gelisah).
Rasional :  mengetahui tanda syok sedini mungkin sehingga dapat segera dilakukan tindakan
c.       Monitor tanda-tanda dehidrasi (turgor kulit turun, ubun-ubun cekung, produksi urin turun)
Rasional :  mengetahui derajat dehidrasi (turgor kulit turun, ubun-ubun cekung, produksi urine turun).
d.      Berikan hidrasi peroral secar adekuat sesuai dengan kebutuhan tubuh.
Rasional :  asupan cairan sangat diperhatikan untuk menambah volume cairan tubuh.
e.       Kolaborasi pemberian cairan intravena RL, Glukosa 5% dalam half sttrenght NaCl 0,9 %, Dextran L 40.
Rasional :  pemberian cairan ini sangat penting bagi pasien yang mengalami defisit volume cairan dengan keadaan umum yang buruk karena cairn ini langsung masuk ke pembuluh darah.
2.3.3        Diagnosa Keperawatan III
1).    Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan / dibutuhkan.
2).    Interfensi
a.       Kaji keluhan mual, muntah dan sakit menelan yang dialami oleh pasien.
Rasional :  dengan mengetahui keluhan pasien, perawat dapat segera menentukan cara mengatasinya.
b.      Berikan makanan yang muda ditelan seperti bubur, nasi tim dan hidangkan selagi masih hangat.
Rasional :  membantu mengurangi kelelahan pasien dan meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan.
c.       Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering
Rasional :  dengan pemberian makanan dalam porsi kecil dan frekwensi sering dapat meringankan aktivitas lambung dan usus halus sehingga dapat mengurangi keluhan mual dan muntah dari pasien.
d.      Jelaskan manfaat makanan/nutrisi bagi pasien terutama saat pasien sakit.
Rasional :  meningkatkan pengetahuan pasien tentang nutrisi sehingga motivasi untuk makan meningkat.
e.       Catat jumlah/porsi makanan yang dihabiskan oleh pasien setiap hari.
Rasional :  mengetahi pemenuhan nutrisi pasien / jumlah diit yang dikonsumsi oleh pasien.
2.3.4        Diagnosa Keperawatan IV
1).    Tujuan : Rasa nyaman pasien terpenuhi dengan kriteria nyeri berkurang atau hilang.
2).    Interfensi
a.       Kaji tingkat nyeri yang dialami pasien dengan memberi rentang nyeri (0 – 10).
Rasional :  mengetahui seberapa berat nyeri yang dialami pasien sehingga perawat dapat menentukan cara mengatasinya.
b.      Kaji faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi pasien terhadap nyeri
Rasional :  dengan mengetahui faktor-faktor tersebut maka perawat dapat melakukan intervensi yang sesuai dengan masalah klien.
c.       Berikan posisi yang nyaman dan ciptakan suasana ruangan yang tenang
Rasional :  posisi yang nyaman dan situasi yang tenang dapat membuat perasaan yang nyaman pada pasien.
d.      Berikan suasana gembira bagi pasien, alihkan perhatian pasien dari rasa nyeri dengan mainan, membaca buku cerita.
Rasional :  dengan melakukan aktivitas lain pasien dapat sedikit mengalihkan perhatiannya terhadap nyeri.
e.       Kolaborasi pemberian obat-obatan analgetik
Rasional :  obat analgetik dapat menekan rasa nyeri
2.3.5        Diagnosa Keperawatan V
1).    Tujuan : Perfusi jaringan perifer tetap adekuat dengan kriteria:
a.       Suhu ekstrimitas hangat, tidak lembab, warna merah muda
b.      Ekstrimitas tidak nyeri, tidak ada pembengkakan
c.       CRT kembali dalam 1 detik.

2).    Interfensi
a.       Kaji dan catat tanda-tanda vital (kualitas dan frekuensi nadi, tensi, capilary reffil)
Rasional :  tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui penurunan perfusi ke jaringan
b.      Kaji dan catat sirkulasi pada ekstrimitas (suhu, kelembaban dan warna)
Rasional :  suhu dingin, warna pucat pada ekstrimitas menunjukkan sirkulasi darah kurang adekuat.
c.       Nilai kemungkinan kematian jaringan pada ekstrimitas seperti dingin, nyeri, pembengkakan kaki.
Rasional :  mengetahui tanda kematian jaringan ekstrimitas lebih awal dapat berguna untuk mencegah kematian jaringan.
2.3.6        Diagnosa Keperawatan VI
1).    Tujuan : Kebutuhan ADL terpenuhi dengan kriteria pasien mampu mandiri setelah bebas dari demam.
2).    Interfensi
a.       Kaji hal-hal yang mampu/tidak mampu dilakukan oleh pasien akibat kelemahan fisiknya
Rasional :  mengetahui tingkat ketergantungan pasien dalam memenuhi kebutuhannya
b.      Bantu pasien memenuhi kebutuhanaktivitasnya sehari-hari sesuai tingkat keterbatasan pasien seperti mandi, makan, berpakaian, eliminasi
Rasional :  pemberian bantuan sangat diperlukan oleh pasien pada saat kondisinya lemah
c.       Bantu pasien untuk mandiri sesuai dengan perkembangan kemajuan fisiknya
Rasional :  dengan melatih kemandirian pasien maka pasien tidak mengalami ketergantungan pada perawat.
d.      Letakkan barang-barang ditempat yang mudah dijangkau oleh pasien
Rasional :  akan membantu pasien untuk memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa orang lain.
e.       Siapkan bel di dekat pasien
Rasional :  agar pasien dapat segera meminta bantuan perawat saat membutuhkannya.
2.3.7        Diagnosa Keperawatan VII
1).    Tujuan : Kebutuhan tidur klien terpenuhi dengan kriteria:
a.       Klien tidak mengantuk
b.      Kelihatan segar
2).    Interfensi
a.       Bandingkan tidur klien sebelum dan setelah terjadi gangguan
Rasional :  dengan membandingkan dapat diidentifikasi tidur yang efektif untuk klien saat ini
b.      Awasi dan diskusikan kemungkinan terjadi gangguan tidur
Rasional :  menentukan saat-saat klien mengalami kecemasan yang dapat mengganggu tidur
c.       Tingkatkan relaksasi pada waktu tidur
Rasional :  membantu klien untuk memulaskan tidur oleh karena klien dalam keadaan rileks.
d.      Beri lingkungan yang nyaman bagi klien untuk meningkatkan tidur/istirahat.
Rasional :  meningkatkan respon osmotik oleh karena respon kardiovaskuler terhadap suara meningkat selama tidur.
e.       Evaluasi efek dari obat yang diberikan yang menyebabkan klien idak dapat tidur.
Rasional :  mungkin efek dari obat yang diberikan menyebabkan klien tidak dapat tidur.
2.3.8        Diagnosa Keperawatan VIII
1).    Tujuan: kecemasan berkurang dengan kriteria:
a.       Klien tampak lebih tenang
b.      Klien mau berkomunikasi dengan perawat
2).    Interfensi
a.       Kaji rasa cemas yang dialami oleh pasien
Rasional :  menetapkan tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien
b.      Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa cemasnya.
Rasional :  membantu menenangkan perasaan pasien         
c.       Gunakan komunikasi therapiutik
Rasional :  agar segala sesuatu yang disampaikan pada pasien memberikan hasil yang efektif
d.      Jaga hubungan saling percara dari pasien dan keluarga
Rasional :  manjalin hubungan saling percaya antara perawat dengan pasien/keluarga
e.       Jawab pertanyaan dari pasien/keluarga dengan jujur dan benar
Rasional :  jawaban jujur dan benar akan menumbuhkan kepercayaan pasien pada perawat.

DAFTAR PUSTAKA



Departemen  Kesehatan RI (1993), Asuhan Keperawatan Anak dalam Konteks Keluarga, , Jakarta

Nelson (1992), Ilmu Kesehatan Anak, Bagian II, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Ngastiyah (1995), Perawatan Anak Sakit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

RSUD Dr. Soetomo (1994), Pedoman Diagnosis dan Terapi, Pnerbit Fakultas Kedokteran UNAIR Surabaya.