ASUHAN KEPERAWATAN
PADA ANAK DENGAN DHF
1.
KONSEP DASAR MEDIS
1.1
Pengertian
1.1.1.
Demam berdarah dengue adalah infeksi akut yang
disebabkan oleh arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan
nyamuk Aedes (Aedes albopictus dan Aedes aegypti) (Ngastiyah; 1997 : 341).
1.1.2.
Demam berdarah dengue adalah suatu penyakit infeksi
yang disebabkan oleh virus dengue tipe I – IV dengan manifestasi klinis demam 5
– 7 hari disertai dengan gejala perdarahan dan bila timbul renjatan, angka
kematiannya cukup tinggi (Pedoman Diagnosis dan Terapi; 1994 : 201).
1.1.3.
DHF adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan
virus dengue dengan ciri demam dan manifestasi perdarahan (Dep. Kes RI;
1993:112).
1.2
Etiologi
Virus
dengue serotipe 1, 2, 3 dan 4 yang ditularkan melalui vektor nyamuk Aedes
aegypti, nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain
merupakan vektor yang kurang berperan. Infeksi dengan salah satu serotipe akan
menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe besangkutan tetapi tidak
ada perlindungan terhadap serotipe lain.
Ciri-ciri
vektor Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus antara lain sebagai berikut:
1.2.1.
Aedes Aegypti
1).
Ciri – ciri
a.
Berwarna hitam dengan belang-belang (loreng) putih
pada tubuhnya dengan bercak-bercak putih di sayap dan kakinya
b.
Berkembang biak ditempat penampungan air yang tidak
beralaskan tanah seperti bak mandi/WC, tempayan, drum, dan barang-barang yang
menampung air seperti kaleng, ban bekas, pot tanaman, air tempat minum burung
dan lain-lain.
c.
Biasanya menggigit pada siang hari
d.
Nyamuk betina membutuhkan darah manusia untuk
mematangkan telurnya agar dapat meneruskan keturunannya.
e.
Kemampuan terbang 100 m.
2).
Daur hidup
a.
Nyamuk betina meletakkan telurnya ditempat berkembang
biakannya
b.
Dalam beberapa hari telur menetas menjadi jentik,
kemudian berkembang menjadi kepompong dan akhirnya menjadi nyamuk (berkembang
biak dari telur, jentik, kepompong ® nyamuk
membutuhkan waktu 7 – 10 hari).
c.
Dalam tempo 1 – 2 hari nyamuk yang baru menetas ini
(yang betina) akan menggigit (menghisap darah) manusia dan siap melakukan
perkawinan dengan nyamuk jantan.
d.
Setelah menghisap darah nyamuk betina beristirahat
sambil menunggu proses pematangan telurnya. Tempat beristirahat yang disukai
adalah : tumbuh-tumbuhan, atau benda tergantung di tempat yang gelap dan
lembab, berdekatan dengan tempat berkembang biaknya.
e.
Siklus menghisap darah seseorang pasien DBD / carier,
maka nyamuk ini seumur hidupnya dapat menularkan virus ini.
f.
Umur nyamuk betina rata-rata 2 – 3 bulan.
1.2.2.
Aedes Albopictus
a. Habitatnya ditempat air jernih, biasanya di dekat rumah atau pohon-pohon, dimana tertampung air hujan yang bersih, yaitu pohon pisang, pandan, kaleng bekas dan lain sebagainya.
b.
Menggigit pada waktu siang hari
c.
Jarak terbang 50 meter
Patogenesis
1.3
Patofisiologi
Virus dengue masuk dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes dan infeksi
pertama kali mungkin memberi gejala sebagai Dengue Fever (DF). Reaksi tubuh
merupakan reaksi yang biasa terlihat sebagai akibat dari proses viremia seperti
demam, nyeri otot dan atau sendi, sakit kepala, dengan / tanpa rash dan limfa
denopati.
Sedangkan DBD biasanya timbul apabila seseorang telah terinfeksi dengan
virus dengue pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya.
Reinfeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga
menimbulkan konsentrasi komplek antigen antibodi (komplek virus anti bodi) yang
tinggi.
Terdapatnya komplek antigen antibodi dalam sirkulasi darah mengakibatkan :
1).
Aktivasi sistem komplemen yang berakibat dilepaskannya
mediator anafilatoksin C 3a dan C 5a, dua peptida yang berdaya melepaskan
histamin dan merupakan mediator kuat yang menyebabkan meningkatnya
permeabilitas pembuluh darah (plasma – Leakage), dan menghilangnya plasma
melalui endotel dinding itu, renjatan yang tidak diatasi secara adekuat akan
menimbulkan anoksia jaringan, asidosis metabolik dan berakhir kematian.
2).
Depresi sumsum tulang mengakibatkan trombosit
kehilangan fungsi agregasi dan mengalami metamorfosis, sehingga dimusnahkan
oleh sistem RE dengan akibat terjadi trombositopenia hebat dan perdarahan.
3).
Terjadinya aktivasi faktor Hagemon (faktor XII) dengan
akibat akhir terjadinya pembekuan intra vaskuler yang meluas. Dalam proses
aktivasi ini maka plasminogen akan berubah menjadi plasmin yang berperan pada
pembentukan anafilatoksin dan penghancuran fibrin menjadi Fibrin Degradation
Product (FDP).
Patofisilogi
4
Gejala Klinis
1.4.1.
Panas
1).
Langsung tinggi dan terus menerus
2).
Sebab tidak jelas
3).
Hampir tidak bereaksi terhadap pemberian antipiretik
4).
Biasanya berlangsung 2 – 7 hari dan bila tidak
disertai syok maka panas akan turun dan klien akan sembuh sendiri (self
liminiting)
5).
Juga disertai malaise, mual, muntah, sakit kepala,
anoreksia, kadang-kadang batuk, nyeri perut, persendian dan otot seluruh tubuh.
1.4.2.
Tanda-tanda perdarahan
1).
Karena manipulasi
Rumpel
leede test:
a.
Teknik
D
Klien diukur tekanan darahnya dan dicari sistol dan
diastolnya.
D
Setelah ketemu kemudian dijumlahkan lalu dibagi dua
misal:
Sistok : 120 mm Hg
Diastok : 80 mmHg
Þ 120 + 80 = 200
= 200 : 2 = 100
D
Hasil pembagian tadi digunakan untuk patokan
mempertahankan tekanan air raksa pada tensimeter
D
Pompa lagi balon tensimeter sampai air raksa
menunjukkan angka patokan tadi, lalu kunci dan pertahankan selama 5 menit
D
Setelah itu buka penguncinya dan manset dilepaskan
D
Kemudian dilihat apakah ada timbul petekie atau tidak
didaerah Voler lengan bawah (Fossa cubiti).
b.
Kriteria:
D
(+) bila jumlah petekie ³ 20
D
(±) bila jumlah
petekie 10 – 20
D
(–) bila jumlah petekie 10
2).
Perdarahan spontan
a.
Petekie / Ekimose
b.
Perdarahan gusi
c.
Epistaksis
d.
Hematomesis / melena
1.4.3.
Hepatomegali (sudah dapat diraba sejak permulaan
sakit)
1.4.4.
Tanda-tanda syok:
1).
Nadi yang lemah dan cepat sampai tak teraba
2).
Tekanan nadi menjadi 20 mmHg atau sampai nol
3).
Kulit lembab dan dingin terutama ujung jari tangan,
kaki dan hidung
4).
Sianosis, gelisah dan kesadaran menurun
Menurut
derajat berat ringannya penyakit DBD dibagi menjadi 4 tingkatan, yaitu:
Derajat I : Panas 2 – 7 hari,
gejala umum tidak khas, uji “tourniquet”
(+)
Derajat II : Sama
dengan derajat I ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti
petekia, ekimosa, epistaksis, hematemesis, melena, perdarahan gusi, uterus,
telinga dan sebagainya.
Derajat III : Ditandai
oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat ( ³ 120 / menit) tekanan nadi
sempit (selisih antar sistole dan diastole £ 20 mmHg), tekanan darah menurun (120/80 ® 120/100 ® 120/110 ® 90/70 ® 80/0 ® 0/0).
Derajat IV : Nadi
tidak teraba, tekanan darah tidak terukur (denyut jantung ³ 140/menit), anggota gerak teraba dingin,
berkeringat dan kulit tampak biru.
1.5
Pemeriksaan
1.5.1.
HB, Hematokrit / PCV meningkat sama atau lebih dari 20
%
Normal
: PCV / Hm = 3 x Hb
Nilai normal : - HB =
L : 12,0 – 16,8 g/dl
P : 11,0 – 15,5
g/dl
- PCV /Hm = L :
35 – 48 %
P
: 34 – 45 %
1.5.2.
Trombosit menurun £ 100.000 / mm3
Nilai normal = L : 150.000 –
400.000/mm3
P : 150.000
– 430.000/mm3
1.5.3.
Leucopenia, kadang-kadang Leucositosis ringan
Nilai
normal = 4.600 – 11.400/mm3
1.5.4.
Waktu perdarahan memanjang
Nilai
normal = 1 – 5 menit
1.5.5.
Waktu protombin memanjang
Nilai
normal = 10 – 14 detik
1.6
Diagnosis
Diagnosis
DBD / DSS masih berdasarkan patokan WHO th 1975 yaitu bila kriteria laboratorik
terpenuhi ditambah minimal 2 kriteria klinik, ketepatannya berkisar 70 – 90 %.
1.7
Diagnosis Banding
1.7.1.
Belum/tanpa renjatan
1).
Campak
2).
Infeksi bakteri / virus lain (Tansilo faringitis,
demam dari kelompok penyakit exanthem, hepatitis, chikungunya).
1.7.2.
Dengan renjatan
1).
Demam Tifoid
2).
Renjatan septik oleh kuman gram negatif lain
1.7.3.
Demam perdarahan
1).
ITP – STP (virus lain)
2).
Leukemia
3).
Enemia aplastik
1.7.4.
Dengan kejang
1).
Meningitis
2).
Ensefalitis
1.8
Penatalaksanaan
1.8.1.
Demam berdarah dengue tanpa renjatan
1).
Pemberian cairan yang cukup
2).
Hiperpireksi diatasi dengan anti piretik dan kompres
dingin
3).
Bila kejang diberi luminal atau anti konvulsan lainnya
4).
Periksa TTV 3 jam
5).
Pemeriksaan Hb, Ht, dan trombosit tiap hari mulai hari
ke 3 sakit sampai demam turun.
1.8.2.
Demam berdarah dengue disertai renjatan
1).
Pemberian infus RL jika tidak ada respon diberikan
plasma
2).
Pemeriksaan Ht secara periodik
3).
Pemeriksaan TTV tiap 3 jam
4).
Jika ada perdarahan GI beri transfusi.
1.9
Pencegahan
Untuk memutuskan rantai penularan, pemberantasan vektor dianggap cara
paling memadai saat ini. Sebab belum ditemukan vaksin yang dapat mencegah
infeksi virus dengue.
Vektor Aedes Aegypti sebenarnya mudah diberantas karena sarang-sarangnya
terbatas ditempat yang berisi air bersih dan jarak terbangnya maksimum 100
meter. Tetapi karena vektor tersebar luas, untuk keberhasilan pemberantasan
diperlukan total coverage (meliputi seluruh wilayah) agar nyamuk tak dapat
berkembang biak lagi.
Ada 2
cara pemberantasan vektor :
1.9.1.
Menggunakan Insektisida
1).
Yang lazim dipakai dalam program P2M DBD adalah
D
Malathion untuk membunuh nyamuk dewasa (Adultisida)
Cara penggunaan : - dengan
pengasapan (thermal fogging)
- dengan
pengabutan (cold fogging)
D
Temephos (abate) untuk membunuh jentik (Larvasida)
Cara penggunaan : Pasir
abate (sand granules) dimasukkan ke tempat-tempat penampungan air bersih.
Dosisnya
ialah 1 ppm atau 1 gram abate SG 1% per 10 liter air, diberikan tiap 2 – 3
bulan sekali.
2).
Untuk pemakaian rumah tangga dapat digunakan:
D
Insektisida yang disemprotkan di dalam atau di luar
kamar / ruangan.
Misal
: golongan organofosfat, karbamat atau pyretroid.
1.9.2.
Tanpa Insektisida
§ Menguras bak
mandi, tempayan dan tempat penampungan air minimal 1x seminggu (perkembangan
telur ke nyamuk lamanya 7 – 10 hari)
§ Menutup tempat
penampungan air rapat-rapat
§ Membersihkan
halaman rumah dari kaleng-kaleng bekas, botol-botol pecah dan benda lain yang
memungkinkan nyamuk bersarang lalu menguburnya.
2.
ASUHAN KEPERAWATAN
2.1. Pengkajian
2.1.1
Biodata
Secara eksklusif hampir
merupakan penyakit pada anak-anak. Endemis di daerah tropis Asia, dan terutama
terjadi pada saat musim hujan (Nelson,
1992 : 269).
2.1.2
Keluhan
Utama
Panas atau demam
2.1.3
Riwayat
Penyakit Sekarang
Demam akut (mendadak) disertai
menggigil dan terus menerus selama 2 – 7 hari (tanpa sebab) disertai juga
lemah, nafsu makan menurun, mual dan muntah, batuk pilek, sakit menelan, nyeri
pada anggota badan, punggung, sendi, kepala dan ulu hati, perdarahan gusi,
epitaksis, sampai perdarahan yang hebat berupa muntah, bisa juga diare atau
melena, pegal-pegal pada seluruh tubuh (Ngastiyah; 1997:342).
2.1.4
Riwayat
Penyakit Keluarga / Lingkungan
Adanya anggota keluarga /
lingkungan yang menderita DHF terutama radius 100 m.
2.1.5
Riwayat
Psikososial Spiritual
Derajat IV dapat gelisah
2.1.6
Acitvity
Daily Life (ADL)
1). Nutrisi :
Mual, muntah, anoreksia, sakit saat
menelan
2). Aktivitas :
Nyeri pada anggota badan, punggung sendi,
kepala, ulu hati, pegal-pegal pada seluruh tubuh, menurunnya aktivitas bermain.
3). Istirahat, tidur : Dapat terganggu karena
panas, sakit kepala dan nyeri
4). Eliminasi : Diare / konstipasi, melena, oligouria sampai
anuria
5). Personal hygiene : Meningkatnya ketergantungan
kebu- tuhan perawatan diri.
2.1.7
Pemeriksaan
Fisik
Adapun pemeriksaan fisik pada
anak DHF diperoleh hasil sebagai berikut:
1). Keadaan umum
a. Stadium I
Kesadaran composmentis suhu
tubuh meningkat sampai 39 – 41,1 OC (103 – 106 OF), nadi
dan TD masih dalam batas normal dan pada kulit terjadi perdarahan yang dipaksakan
( RL test Å ).
b. Stadium II sampai IV
Suhu tubuh masih tinggi,
kesadaran menurun (terutama pada stadium III – IV), nadi cepat dan lemah,
tekanan darah rendah atau hipotensi (pada stadium III), pada stadium IV nadi
tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur, kulit dingin, lembab,
sianosis (FKUI; 1985:613).
2). Kepala dan leher
a. Wajah : kemerahan pada muka, pembengkakan sekitar
mata, lakrimasi dan fotobia, pergerakan bola mata nyeri.
b. Mulut : mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah
kotor, (kadang-kadang) sianosis
c. Hidung : epitaksis
d. Tenggorokan : hiperemia
e. Leher : terjadi pembesaran kelenjar limfe pada sudut
atas rahang daerah servikal posterior.
3). Dada (Thorax)
Nyeri tekan epigastrik, nafas
dangkal.
Pada Stadium IV : Palpasi : vocal
– fremitus kurang bergetar
Perkusi : suara
paru pekak, auskultasi didapatkan suara nafas vesikuler yang lemah.
4). Abdomen (Perut)
Pada palpasi : terjadi
pembesaran hati dan limfe, pada keadaan dehidrasi turgor kulit dapat menurun,
suffiing dulness, balote ment point (Stadium IV)
5). Anus dan genetalia
a. Eliminasi alvi : diare, konstipasi, melena
b. Eliminasi uri : dapat terjadi oligouria sampai anuria
6). Ekstrimitas atas dan bawah
Stadium I : Ekstremitas atas nampak petekie akibat RL
test,
Stadium II – III : terdapat
petekie dan ekimose di kedua ekstrimitas
Stadium IV : Ekstrimitas dingin, berkeringat dan sianosis
pada jari tangan dan kaki.
2.2. Diagnosa Keperawatan
2.2.1
Peningkatan
suhu tubuh (hipetermi) berhubungan dengan proses penyakit (viremia)
2.2.2
Kurangnya
volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas pembuluh
darah, perdarahan, munta demam.
2.2.3
Gangguan
pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah,
anoreksia dan sakit menelan.
2.2.4
Gangguan
rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan keletihan, malaise sekunder akibat DHF.
2.2.5
Perubahan
perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan volume yang bersirkulasi
sekunder akibat DHF
2.2.6
Gangguan
aktivitas sehari-hari berhubungan dengan individu tubuh yang lemah
2.2.7
Gangguan
pola tidur berhubungan dengan sakit kepala dan pegal-pegal seluruh tubuh
2.2.8
Kecemasan
ringan berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan perdarahan yang
dialami pasien
2.3. Intervensi
2.3.1
Diagnosa
Keperawatan I
1). Tujuan : suhu tubuh klien stabil, dengan
kriteria hasil:
a.
Suhu tubuh normal (36 – 37O C)
b.
Pasien bebas dari demam
2). Interfensi
a. Kaji saat timbulnya demam
Rasional : Identifikasi pola demam
pasien yang bersifat akut (mendadak) disertai menggigil
b. Observasi tanda-tanda vital (suhu, tensi,
nadi, pernafasan) tiap 3 jam atau lebih sering
Rasional : Tanda vital merupakan acuan
untuk mengetahui keadaan umum pasien
c. Berikan penjelasan tentang penyebab demam
atau peningkatan suhu tubuh
Rasional : Penjelasan tentang kondisi
yang dialami pasien dapat membuat pasien / keluarga mengurangi kecemasan yang
timbul
d. Anjurkan pasien untuk minum banyak 1 ½ – 2
liter dalam 24 jam
Rasional : Peningkatan suhu tubuh
mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan
yang banyak.
e. Berikan kompres hangat (pada daerah axila
dan lipatan paha)
Rasional : Kompres hangat dapat
menghindarkan kekacauan termoregulasi karena pembuluh darah mengalami
vasodilatasi.
2.3.2
Diagnosa
Keperawatan II
1). Tujuan : kekurangan volume cairan teratasi
dengan kriteria :
a. TTV 9nadi, tensi) dalam batas normal
b. Turgor kulit kembali dalam 1 detik
c. Ubun-ubun datar
d. Produksi urine 1 cc/kg/BB/jam
e. Tidak terjadi syok hipovolemik
2). Interfensi
a. Kaji keadaan umum pasien
Rasional : menetapkan data dasar pasien
untuk mengetahui dengan cepat penyimpangan dari keadaan normalnya.
b. Observasi tanda-tanda syok (nadi lemah dan
cepat, tensi menurun, okeral dingin, kesadaran menurun, gelisah).
Rasional : mengetahui tanda syok sedini
mungkin sehingga dapat segera dilakukan tindakan
c. Monitor tanda-tanda dehidrasi (turgor
kulit turun, ubun-ubun cekung, produksi urin turun)
Rasional : mengetahui derajat dehidrasi
(turgor kulit turun, ubun-ubun cekung, produksi urine turun).
d. Berikan hidrasi peroral secar adekuat
sesuai dengan kebutuhan tubuh.
Rasional : asupan cairan sangat
diperhatikan untuk menambah volume cairan tubuh.
e. Kolaborasi pemberian cairan intravena RL,
Glukosa 5% dalam half sttrenght NaCl 0,9 %, Dextran L 40.
Rasional : pemberian cairan ini sangat
penting bagi pasien yang mengalami defisit volume cairan dengan keadaan umum
yang buruk karena cairn ini langsung masuk ke pembuluh darah.
2.3.3
Diagnosa
Keperawatan III
1). Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
dengan kriteria pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang
diberikan / dibutuhkan.
2). Interfensi
a. Kaji keluhan mual, muntah dan sakit
menelan yang dialami oleh pasien.
Rasional : dengan mengetahui keluhan pasien, perawat
dapat segera menentukan cara mengatasinya.
b. Berikan makanan yang muda ditelan seperti
bubur, nasi tim dan hidangkan selagi masih hangat.
Rasional : membantu mengurangi kelelahan pasien dan
meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan.
c. Berikan makanan dalam porsi kecil dan
frekuensi sering
Rasional : dengan pemberian makanan dalam porsi kecil dan
frekwensi sering dapat meringankan aktivitas lambung dan usus halus sehingga
dapat mengurangi keluhan mual dan muntah dari pasien.
d. Jelaskan manfaat makanan/nutrisi bagi
pasien terutama saat pasien sakit.
Rasional : meningkatkan pengetahuan pasien tentang
nutrisi sehingga motivasi untuk makan meningkat.
e. Catat jumlah/porsi makanan yang dihabiskan
oleh pasien setiap hari.
Rasional : mengetahi pemenuhan nutrisi pasien / jumlah
diit yang dikonsumsi oleh pasien.
2.3.4
Diagnosa
Keperawatan IV
1). Tujuan : Rasa nyaman pasien terpenuhi
dengan kriteria nyeri berkurang atau hilang.
2). Interfensi
a. Kaji tingkat nyeri yang dialami pasien
dengan memberi rentang nyeri (0 – 10).
Rasional : mengetahui seberapa berat nyeri yang dialami
pasien sehingga perawat dapat menentukan cara mengatasinya.
b. Kaji faktor-faktor yang mempengaruhi
reaksi pasien terhadap nyeri
Rasional : dengan mengetahui faktor-faktor tersebut maka
perawat dapat melakukan intervensi yang sesuai dengan masalah klien.
c. Berikan posisi yang nyaman dan ciptakan
suasana ruangan yang tenang
Rasional : posisi yang nyaman dan situasi yang tenang
dapat membuat perasaan yang nyaman pada pasien.
d. Berikan suasana gembira bagi pasien,
alihkan perhatian pasien dari rasa nyeri dengan mainan, membaca buku cerita.
Rasional : dengan melakukan aktivitas lain pasien dapat
sedikit mengalihkan perhatiannya terhadap nyeri.
e. Kolaborasi pemberian obat-obatan analgetik
Rasional : obat analgetik dapat menekan rasa nyeri
2.3.5
Diagnosa
Keperawatan V
1). Tujuan : Perfusi jaringan perifer tetap
adekuat dengan kriteria:
a. Suhu ekstrimitas hangat, tidak lembab,
warna merah muda
b. Ekstrimitas tidak nyeri, tidak ada
pembengkakan
c. CRT kembali dalam 1 detik.
2). Interfensi
a. Kaji dan catat tanda-tanda vital (kualitas
dan frekuensi nadi, tensi, capilary reffil)
Rasional : tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui
penurunan perfusi ke jaringan
b. Kaji dan catat sirkulasi pada ekstrimitas (suhu,
kelembaban dan warna)
Rasional : suhu dingin, warna pucat pada ekstrimitas
menunjukkan sirkulasi darah kurang adekuat.
c. Nilai kemungkinan kematian jaringan pada
ekstrimitas seperti dingin, nyeri, pembengkakan kaki.
Rasional : mengetahui tanda kematian jaringan ekstrimitas
lebih awal dapat berguna untuk mencegah kematian jaringan.
2.3.6
Diagnosa
Keperawatan VI
1). Tujuan : Kebutuhan ADL terpenuhi dengan
kriteria pasien mampu mandiri setelah bebas dari demam.
2). Interfensi
a. Kaji hal-hal yang mampu/tidak mampu dilakukan
oleh pasien akibat kelemahan fisiknya
Rasional : mengetahui tingkat ketergantungan pasien dalam
memenuhi kebutuhannya
b. Bantu pasien memenuhi
kebutuhanaktivitasnya sehari-hari sesuai tingkat keterbatasan pasien seperti
mandi, makan, berpakaian, eliminasi
Rasional : pemberian bantuan sangat diperlukan oleh
pasien pada saat kondisinya lemah
c. Bantu pasien untuk mandiri sesuai dengan
perkembangan kemajuan fisiknya
Rasional : dengan melatih kemandirian
pasien maka pasien tidak mengalami ketergantungan pada perawat.
d. Letakkan barang-barang ditempat yang mudah
dijangkau oleh pasien
Rasional : akan membantu pasien untuk memenuhi
kebutuhannya sendiri tanpa orang lain.
e. Siapkan bel di dekat pasien
Rasional : agar pasien dapat segera meminta bantuan
perawat saat membutuhkannya.
2.3.7
Diagnosa
Keperawatan VII
1). Tujuan : Kebutuhan tidur klien terpenuhi
dengan kriteria:
a. Klien tidak mengantuk
b. Kelihatan segar
2). Interfensi
a. Bandingkan tidur klien sebelum dan setelah
terjadi gangguan
Rasional : dengan membandingkan dapat diidentifikasi tidur
yang efektif untuk klien saat ini
b. Awasi dan diskusikan kemungkinan terjadi
gangguan tidur
Rasional : menentukan saat-saat klien mengalami kecemasan
yang dapat mengganggu tidur
c. Tingkatkan relaksasi pada waktu tidur
Rasional : membantu klien untuk memulaskan tidur oleh
karena klien dalam keadaan rileks.
d. Beri lingkungan yang nyaman bagi klien
untuk meningkatkan tidur/istirahat.
Rasional : meningkatkan respon osmotik oleh karena respon
kardiovaskuler terhadap suara meningkat selama tidur.
e. Evaluasi efek dari obat yang diberikan
yang menyebabkan klien idak dapat tidur.
Rasional : mungkin efek dari obat yang diberikan
menyebabkan klien tidak dapat tidur.
2.3.8
Diagnosa
Keperawatan VIII
1). Tujuan: kecemasan berkurang dengan
kriteria:
a. Klien tampak lebih tenang
b. Klien mau berkomunikasi dengan perawat
2). Interfensi
a. Kaji rasa cemas yang dialami oleh pasien
Rasional : menetapkan tingkat kecemasan yang dialami oleh
pasien
b. Beri kesempatan pada pasien untuk
mengungkapkan rasa cemasnya.
Rasional : membantu menenangkan perasaan pasien
c. Gunakan komunikasi therapiutik
Rasional : agar segala sesuatu yang disampaikan pada
pasien memberikan hasil yang efektif
d. Jaga hubungan saling percara dari pasien
dan keluarga
Rasional : manjalin hubungan saling percaya antara
perawat dengan pasien/keluarga
e. Jawab pertanyaan dari pasien/keluarga
dengan jujur dan benar
Rasional : jawaban jujur dan benar akan menumbuhkan
kepercayaan pasien pada perawat.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI (1993), Asuhan Keperawatan
Anak dalam Konteks Keluarga, , Jakarta
Nelson (1992), Ilmu
Kesehatan Anak, Bagian II, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Ngastiyah (1995), Perawatan
Anak Sakit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
RSUD Dr. Soetomo (1994), Pedoman
Diagnosis dan Terapi, Pnerbit Fakultas Kedokteran UNAIR Surabaya.